ABSTRAK
Mengingat pentingnya
pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis bagi siswa dalam mempelajari
matematika, maka perlu dicari jalan penyelesaian, yaitu suatu cara mengelola
proses belajar mengajar matematika di SD sehingga matematika dapat dicerna
dengan baik oleh siswa pada umumnya. Salah satu metode yang dapat dilakukan
adalah dengan menerapkan metode penemuan terbimbing. Penelitian merupakan
penelitian eksperimen dengan desain Pretest-Posttes Control Group Design.
Subyek penelitian melibatkan 104 siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Kuta Blang
yang terdiri dari tiga level sekolah yaitu level tinggi, sedang, dan rendah.
Instrumen pengumpul data berupa soal tes pemahaman konsep dan kemampuan
berpikir kritis, lembar observasi, angket skala sikap dan pedoman wawancara.
Uji coba instrumen, diuji validitas, reliabilitas, indek kesukaran dan daya
pembeda dengan menggunakan Anates versi 4,0. Pengujian statistik dengan
menggunakan uji anova dua jalur yang sebelumnya diuji normalitas, uji
homogenitas, dan uji perbedaan dua rerata pada taraf signifikan 0,05. Hasil
penelitian enunjukkan pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa yang
mengikuti pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing lebih baik
dari pada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau berdasarkan
level sekolah, sebagian besar siswa menunjukkan sikap positif terhadap
pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing. Berdasarkan temuan
penelitian, maka pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing dapat
dijadikan alternatif metode pembelajaran yang dapat diterapkan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan.
Kata Kunci:
Penemuan Terbimbing, Pemahaman Konsep, dan Kemampuan Berpikir Kritis
PENDAHULUAN
Matematika
merupakan mata pelajaran yang diajarkan mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai
dengan Perguruan Tinggi (PT). Hal itu menunjukkan betapa pentingnya peranan
matematika dalam dunia pendidikan dan perkembangan teknologi sekarang ini.
Pembelajaran matematika di sekolah dasar merupakan dasar bagi penerapan konsep
matematika pada jenjang berikutnya. Pentingnya peranan matematika juga terlihat
pada pengaruhnya terhadap mata pelajaran lain. Contohnya mata pelajaran
geografi, fisika, dan kimia. Dalam mata pelajaran geografi, konsep-konsep
matematika digunakan untuk skala atau perbandingan dalam membuat peta.
Sedangkan dalam fisika dan kimia konsep-konsep matematika digunakan untuk
mempermudah penurunan rumus-rumus yang dipelajari.
Dapat disimpulkan betapa pentingnya
pemahaman konsep geometri mulai di SD. Sehingga sudah kewajiban guru untuk
mengajarkan konsep-konsep geometri dengan baik dan benar mulai dari SD.
Berdasar hasil Training Need Assessment (TNA) Calon Peserta Diklat Guru
Matematika SMP yang dilaksanakan PPPPTK Matematika tahun 2007 dengan sampel
sebanyak 268 guru SMP dari 15 provinsi menunjukkan bahwa untuk materi luas
selimut, volume tabung, kerucut dan bola sangat diperlukan oleh guru, 48,1%
guru menyatakan sangat memerlukan. Sementara itu untuk materi luas permukaan
dan volume balok, kubus, prisma serta limas, 43,7 % guru menyatakan sangat
memerlukan. Sedangkan untuk materi: (1) Sifatsifat kubus, balok, prisma, dan
limas serta bagian-bagiannya, (2) Pembuatan jaring-jaring kubus, balok, prisma,
dan limas,(3) Unsur-unsur tabung, kerucut, dan bola, guru menyatakan
memerlukan, dengan prosentase berturut-turut 48,1%, 48,1%, dan 45,9%. Markaban
(Suwaji. 2008: 1)
Fakta menunjukkan bahwa di antara
semua cabang matematika yang diajarkan di SD, geometri merupakan materi yang
paling sulit dipahami siswa, selain materi pecahan dan operasinya (Pranata.
2007: 3). Hal yang senada juga dinyatakan Suwaji (2008: 8) bahwa kemampuan
siswa dalam menyelesaikan soal-soal dimensi tiga masih rendah. Sebagai contoh,
kadang-kadang siswa tidak dapat mengidentifikasi gambar limas persegi hanya
karena penyajian dalam gambar mengharuskan bentuk persegi menjadi bentuk jajar
genjang.
Kelemahan siswa terhadap geometri
juga dipertegas oleh hasil survey Programme for International Student
Assessment (PISA) 2000/2001 menunjukkan bahwa siswa lemah dalam geometri,
khususnya dalam pemahaman ruang dan bentuk. Sebagai ilustrasi, siswa menghadapi
kesukaran dalam membayangkan suatu balok yang berongga di dalamnya (Suwaji.
2008: 8). Dari dua pernyataan dan contoh yang dikemukakan mengindikasikan bahwa
kemampuan pemahaman konsep geometri dan kemampuan berpikir kritis siswa masih
rendah.
Sulitnya geometri tidak hanya
dialami oleh siswa tetapi juga dialami oleh guru matematika di sekolah
dasar. Hal itu di dukung oleh penelitian
yang dilakukan Rusgianto et al. (Sarjiman. 2006: 75) terhadap
kesalahan-kesalahan guru matematika SD memperoleh kesimpulan bahwa 51,58% guru
yang diteliti melakukan kesalahan aljabar, 54,42%, pada kelompok geometri 49,7
% dan pada kelompok aritmatika.
Menyatakan bahwa dalam pengenalan
geometri ruang, selama ini guru sering kali langsung memberi informasi pada
siswa tentang ciri-ciri bangun geometri, selanjutnya Heruman menambahkan dalam
banyak kasus, guru hanya menggambar geometri ruang tersebut di papan tulis,
atau hanya menunjukkan gambar yang ada dalam buku sumber yang digunakan siswa,
walaupun guru menggunakan alat peraga, siswa hanya melihat saja bangun ruang
yang ditunjukkan guru tersebut.[1]
Berdasar hasil penelitian Peterson
dan Fennema (Suryadi, 2005: 48) di sekolah dasar, bahwa hanya 15% dari waktu
belajar yang digunakan untuk mengembangkan
kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi, 62% waktu belajar
digunakan untuk mengembangkan kemampuan
berpikir matematika tingkat rendah, dan 13% sisanya untuk kegiatan yang tidak
ada kaitan dengan pelajaran matematika.
Kemampuan berpikir kritis dapat dikembangkan
melalui pembelajaran matematika di sekolah atau pun perguruan tinggi, yang menitik beratkan pada sistem,
struktur, konsep, prinsip, serta kaitan yang ketat antara suatu unsur dan unsur lainnya.[2]
Selanjutnya Ruggiero menyatakan Berpikir kritis merupakan sebuah keterampilan
hidup, bukan hobi di bidang akademik. Kemudian menambahkan bahwa berpikir
kritis adalah hobi berpikir yang bisa dikembangkan oleh setiap orang, maka hobi
ini harus diajarkan di Sekolah Dasar, SMP, dan SMA. Menyadari pentingnya
mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa sejak SD, maka mutlak diperlukan
adanya pembelajaran matematika yang lebih banyak melibatkan siswa secara aktif
dalam proses pembelajaran itu sendiri.
Setelah mengingat pentingnya
matematika untuk pendidikan sejak siswa SD, maka perlu dicari jalan
penyelesaian, yaitu suatu cara mengelola proses belajar mengajar matematika di
SD sehingga matematika dapat dicerna dengan baik oleh pada umumnya siswa SD
(Hudojo: 2005).[3]Fruner
dan Robinson (Rochaminah 2008: 4) menyatakan bahwa untuk meningkatkan kemampuan
berpikir kritis matematis pembelajaran harus difokuskan pada pemahaman konsep
dengan berbagai pendekatan dari pada keterampilan prosedural. Sedangkan menurut
Rochaminah 2008: 8) untuk mencapai pemahaman konsep, identifikasi masalah dapat
membantu menciptakan suasana berpikir bagi peserta didik. Keberhasilan dalam
pembelajaran sangat ditentukan oleh keadaan proses pembelajaran yang
diterapkan.
Salah satu model pengajaran yang
diduga dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas proses dan hasil belajar
adalah pembelajaran matematika melalui penerapan metode penemuan terbimbing.
Menurut Ruseffendi (2006: 329) metode (mengajar) penemuan adalah metode
mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh
pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan,
sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dengan kata lain pembelajaran
dengan metode penemuan merupakan salah satu cara untuk menyampaikan ide/gagasan
dengan proses menemukan, dalam proses ini siswa berusaha menemukan konsep dan
rumus dan semacamnya dengan bimbingan guru. Rangkaian kegiatan dalam proses
pembelajaran penemuan merupakan aktivitas dalam berpikir kritis (Rochaminah
2008: 4).
Pengetahuan yang diperoleh dengan
belajar penemuan menunjukkan beberapa kebaikan. Suwangsih dan Tiurlina (2006:
204) menyatakan belajar melalui penemuan itu penting, sebab: (1) pada kenyataan
ilmu-ilmu itu diperoleh melalui penemuan; (2) matematika adalah bahasa yang
abstrak; konsep dan lain-lainnya itu akan melekat bila melalui penemuan dengan
jalan memanipulasi dan berpengalaman dengan benda-benda konkret; (3)
generalisasi itu penting; melalui penemuan generalisasi yang diperoleh akan
mantap; (4) dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah; (5) setiap anak
adalah makhluk kreatif; (6) menemukan sesuatu oleh sendiri dapat menumbuhkan
rasa percaya terhadap diri sendiri, dapat meningkatkan motivasi (termasuk
motivasi intrinsik), melalui pengkajian lebih lanjut; pada umumnya bersikap
positif terhadap matematika.
Berangkat dari latar belakang di
atas, studi ini akan meneliti tentang penerapan metode penemuan terbimbing
dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan
berpikir kritis siswa sekolah dasar.
Berdasarkan uraian pada latar
belakang, maka secara umum dirumuskan pokok permasalahan penelitian sebagai
berikut: Apakah penerapan metode penemuan terbimbing dalam pembelajaran
matematika dapat meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis
siswa sekolah dasar.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimen dengan desain Pretest-Posttes Control Group Design. Subyek
penelitian melibatkan 104 siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Kuta Blang yang terdiri
dari tiga level sekolah yaitu level tinggi, sedang, dan rendah. Instrumen
pengumpul data berupa soal tes kemampuan pemahaman konsep dan kemampuan
berpikir kritis, lembar observasi, angket skala sikap dan pedoman wawancara.
HASIL PENELITIAN
1.
Peningkatan
Pemahaman Konsep Berdasarkan
Pembelajaran
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Compare Mean Independent
Samples Test. Dapat dirangkumkan hasil analisis data pemahaman konsep.
Tabel 1
Uji-t Data
Pemahaman Konsep
Pembelajaran Perbedaan t Sig. Ho Penemuan
Terbimbing * Konvensional 0,40521 ≥0,27608 5,277 0,000 Tolak H₀:Tidak
terdapat perbedaan pemahaman konsep berdasarkan faktor pembelajaran.
Dari tabel 1 terlihat bahwa nilai
rata-rata antara kelompok data yang menggunakan pembelajaran penemuan
terbimbing lebih besar dibandingkan dengan pembelajaran konvensional yaitu
0,40521 0,27608. Kemudian dari Tabel 1
di atas juga dapat dilihat hasil perhitungan nilai t sebesar 5.277 dengan nilai
Signifikan (Sig.) sebesar 0,000, karena nilai signifikan lebih kecil dari nilai
signifikan 0,05, sehingga dapat diartikan hipotesis penelitian yang menyatakan
terdapat perbedaan pemahaman konsep berdasarkan faktor pembelajaran diterima.
Berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata N-gain pembelajaran
dengan metode penemuan terbimbing dengan rata-rata N-gain pembelajaran
konvensional. Hasil ini menunjukkan bahwa siswa yang pembelajarannya dengan
menggunakan metode penemuan terbimbing memiliki pemahaman konsep yang lebih
baik dari siswa yang pembelajarannya dengan pembelajaran konvensional.
2. Peningkatan Kemampuan Pemahaman Konsep Berdasarkan Pembelajaran
dan Level Sekolah
Berdasarkan hasil uji statistik anova dua
jalur dengan menggunakan General Linear Model Univariate Analysis. Dapat
dirangkumkan hasil analisis data pemahaman konsep.
Tabel 2
Hasil Uji Anova
Dua Jalur Pembelajaran dan Level Sekolah
Variabel F Sig. Ho
Pembelajaran
28,260 0,000 Tolak
Level Sekolah 16,742 0,000 Tolak
Pembelajaran * Level Sekolah 4,000 0,021 Tolak
H₀: Tidak terdapat
interaksi antara faktor pembelajaran dengan level sekolah
Dari tabel 2
terlihat bahwa nilai F untuk interaksi faktor pembelajaran dengan level sekolah
sebesar 4,000 dengan nilai signifikan sebesar 0,021. Nilai signifikan ini lebih
kecil dibandingkan dengan nilai = 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa
hipotesis penelitian yang menyatakan terdapat interaksi antara faktor
pembelajaran dengan faktor sekolah diterima. Ini berarti terdapat perbedaan
rata-rata N-gain pemahaman konsep siswa pada level sekolah (tinggi, sedang,
rendah) yang pembelajarannya dengan metode penemuan terbimbing dengan siswa
yang pembelajarannya dengan pendekatan konvensional.
3.
Peningkatan
Kemampuan Berpikir Kritis berdasarkan Pembelajaran
Berdasarkan hasil uji statistik
dengan menggunakan Compare Mean Independent Samples Test. Dapat dirangkumkan
hasil analisis data kemampuan berpikir kritis siswa.
Tabel 3
Uji-t Data Kemampuan Berpikir Kritis
Pembelajaran Perbedaan
t Sig. Ho
Penemuan Terbimbing*Konvensional 0,32610
0,22090 4,617 0,000 Tolak
H₀: Tidak terdapat
perbedaan kemampuan berpikir kritis berdasarkan faktor pembelajaran
Dari Tabel 3 terlihat bahwa nilai
rata-rata antara kelompok data yang menggunakan pembelajaran penemuan
terbimbing lebih besar dibandingkan dengan pembelajaran konvensional atau
0,32610 0,22090. Nilai t sebesar 4,617 dengan nilai Signifikan (Sig.) sebesar
0,000, karena nilai signifikan lebih kecil nilai = 0,05), sehingga dapat
diartikan hipotesis penelitian yang menyatakan terdapat perbedaan kemampuan
berpikir kritis berdasarkan faktor pembelajaran diterima. Berarti terdapat
perbedaan yang signifikan antara rata-rata N-gain pembelajaran dengan
pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing dengan rata-rata
N-gain pembelajaran konvensional. Hasil ini menunjukkan bahwa siswa yang
pembelajarannya dengan menggunakan metode penemuan terbimbing memiliki
kemampuan berpikir kritis yang lebih baik dari siswa yang pembelajarannya
dengan pembelajaran konvensional.
4. Peningkatan Kemampuan Berpikir
Kritis Berdasarkan Pembelajaran dan Level sekolah
Berdasarkan hasil
uji statistik anova dua jalur dengan menggunakan General Linear Model
Univariate Analysis. Dapat dirangkumkan hasil analisis data kemampuan berpikir
kritis.
Tabel 4
Hasil Uji Anova Dua Jalur Pembelajaran dan Level Sekolah
Variabel
F Sig. Ho
Pembelajaran 21,933 0,000 Tolak
Level Sekolah 4,519
0,013 Tolak
Pembelajaran* Level Sekolah
0,313 0,732 Terima
H₀:Tidak terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dengan faktor
level sekolah.
Dari Tabel 4 terlihat bahwa nilai F
untuk interaksi faktor pembelajaran dengan level sekolah sebesar 0,313 dengan
nilai signifikansi sebesar 0,732. Nilai signifikan ini lebih besar dibandingkan
dengan nilai = 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian yang
menyatakan terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dengan faktor sekolah
ditolak. Ini berarti yang rata-rata N-gain kemampuan berpikir kritis siswa pada
level sekolah (tinggi, sedang, rendah) yang pembelajarannya dengan metode
penemuan terbimbing tidak berbeda secara signifikan dengan siswa yang
pembelajarannya dengan pendekatan konvensional.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis data yang
telah disajikan sebelumnya, berikut ini akan diuraikan deskripsi dan
interpretasi data hasil penelitian. Deskripsi dan interpretasi data dianalisis
berdasarkan faktor-faktor yang dicermati dalam penelitian ini. Faktor-faktor
tersebut meliputi pembelajaran penemuan terbimbing, level sekolah, kemampuan
pemahaman konsep, kemampuan berpikir kritis.
1.
Pembelajaran
Metode Penemuan Terbimbing
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa yang
belajar melalui pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing
dengan siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional. Rata-rata N-gain
pemahaman konsep matematika siswa yang belajar dengan pembelajaran penemuan
terbimbing lebih tinggi dari siswa yang belajar dengan pembelajaran
konvensional, yaitu 0,405210,27608 serta Rata-rata N-gain kemampuan
berpikir kritis siswa yang belajar
dengan metode penemuan terbimbing terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan
kemampuan berpikir kritis siswa yang
belajar dengan pembelajaran konvensional yaitu 0,32610 0,22090. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa
pemahaman konsep siswa yang belajar dengan pembelajaran penemuan terbimbing
lebih baik dari siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional serta
kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar dengan metode penemuan terbimbing
terlihat lebih baik dibandingkan dengan kemampuan berpikir kritis siswa yang
belajar dengan pembelajaran
2.
Level
sekolah
Dalam penelitian ini level sekolah
dibedakan dalam tiga kelompok, yaitu sekolah level tinggi, sedang, rendah,
pengelompokan diperoleh berdasarkan nilai rata-rata ujian akhir sekolah (UASBN)
dari seluruh SDN yang didapat dari Kantor Unit Pembantu Dinas Pendidikan,
Kebudayaan, Pemuda dan Olah Raga Kecamatan Kuta Blang, Kabupaten Bireuen. Selanjutnya,
ketiga level sekolah tersebut dikaitkan dengan variabel pembelajaran, pemahaman
konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa.
Hasil penelitian menunjukkan
interaksi antara pembelajaran dengan faktor level sekolah berpengaruh secara
signifikan terhadap peningkatan pemahaman konsep siswa. Dengan kata lain
selisih antara faktor pembelajaran dengan level sekolah tinggi, sedang, rendah
yang pembelajarannya dengan menggunakan metode penemuan terbimbing berbeda
secara signifikan dengan siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional.
Interaksi antara faktor pembelajaran dengan level sekolah tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa. Dengan
kata lain selisih antara rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa sekolah
level tinggi, sedang, dan rendah yang pembelajarannya menggunakan metode
penemuan terbimbing tidak berbeda secara signifikan dengan siswa yang
pembelajarannya dengan konvensional
3.
Pemahaman
Konsep
Pemahaman dan penguasaan suatu
materi atau konsep merupakan prasyarat untuk menguasai materi atau konsep berikutnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Heruman
2008: 4) dalam matematika setiap konsep berkaitan dengan konsep lain, dan suatu
konsep menjadi prasyarat bagi konsep lainnya. Oleh sebab itu, pemahaman konsep
merupakan hal yang sangat fundamental dalam pembelajaran matematika agar lebih
bermakna.
Berdasarkan hasil tes pemahaman
konsep pada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode penemuan
terbimbing menunjukkan peningkatan pemahaman konsep yang signifikan
dibandingkan dengan memperoleh pembelajaran konvensional. Dalam pembelajaran
dengan metode penemuan terbimbing siswa terlibat langsung dan bebas menyelidiki
dan menarik kesimpulan, terkaan dan mencoba-coba. Guruhanya sebagai penunjuk
jalan dalam membantu siswa agar mempergunakan ide, konsep dan keterampilan yang
sudah mereka pelajari untuk menemukan konsep atau pengetahuan baru, sehingga
siswa dapat menyimpan lebih lama konsep-konsep tersebut. Hal ini didukung oleh
pendapat Marzano (Markaban 2008: 18) yang menyatakan materi yang dipelajari
dapat mencapai tingkat kemampuan yang tinggi dan lebih lama membekas karena
siswa dilibatkan dalam proses menemukannya.
4.
Kemampuan
Berpikir Kritis
Kemampuan berpikir kritis dalam penelitian ini
meliputi mengidentifikasi konsep, kemampuan generalisasi, menganalisis
algoritma dan memecahkan masalah. Berdasarkan hasil tes kemampuan berpikir
kritis pada kelas eksperimen yaitu yang memperoleh pembelajaran dengan metode
penemuan terbimbing, menunjukkan peningkatan kemampuan berpikir kritis secara
signifikan dibandingkan kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran
konvensional. Hasil tes kemampuan
berpikir kritis pada semua level sekolah menunjukkan peningkatan yang
signifikan. Dengan demikian pada pembelajaran dengan menggunakan metode
penemuan terbimbing berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan berpikir
kritis siswa.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan pada hasil analisis data
dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika dengan
metode penemuan terbimbing lebih baik daripada pembelajaran konvensional dalam
meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa pada sekolah
level tinggi, sedang, dan rendah. dan sebagian besar siswa menunjukkan sikap
positif terhadap pembelajaran matematika dengan metode penemuan
terbimbing.
Bertitik tolak dari hasil penelitian
dapat diajukan saran sebagai berikut: (1) pembelajaran matematika dengan
penemuan terbimbing lebih baik dalam meningkatkan pemahaman konsep dan
kemampuan berpikir kritis siswa sekolah dasar. Dengan demikian pembelajaran
matematika dengan penemuan terbimbing menjadi alternatif metode pembelajaran
yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. (2) Untuk
menerapkan pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan terbimbing,
sebaiknya guru membuat bahan ajar dan perencanaan yang matang, sehingga
pembelajaran dapat terjadi secara sistematis sesuai dengan alokasi waktu yang
direncanakan. (3) proses bimbingan yang diberikan dalam pembelajaran metode
terbimbing sangat berpengaruh terhadap hasil penemuan siswa, disarankan kepada
guru yang menerapkan pembelajaran metode
terbimbing supaya bentuk bimbingan yang diberikan, berupa pertanyaan-pertanyaan
yang terjangkau oleh pikiran siswa sehingga dapat memungkinkan siswa untuk
memahami masalah-masalah yang diberikan, hal ini dimaksud agar siswa tidak
frustrasi sehingga mengakibatkan siswa kehilangan semangat belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Heruman. (2008). Model Pembelajaran Matematika Di Sekolah
Dasar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Hudojo, H. (2005). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran
Matematika. Malang: UM PRESS.
Johnson, E. B. (2007). Contextual Taching And Learning: Menjadikan
Kegaiatn BelajarMengajar Mengasyikkan
Dan Bermakna. Bandung: Mizan Learning Center (MLC)
Markaban. (2008). Model Penemuan Terbimbing pada Pembelajaran
Matematika SMK. Yokyakarta: Pusat Pengembangan
dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika.
Maulana. (2008). “Pendekatan Metakognitif Sebagai Alternatif
Pembelajaran Metematika Untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa PGSD”. Jurnal Pendidikan Dasar. (10). 39-46.
Pranata, O. H. (2007). Pembelajaran Berdasarkan Tahap Belajar Van
Hiele untuk Membantu Pemahaman
Siswa Sekolah Dasar dalam Konsep Geometri Bangun Datar. Tesis UPI Bandung: tidak terbit
Rochaminah, S. (2008). Penggunaan Metode Penemuan untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir
Kritis Matematis Mahasiswa Keguruan. [Online] http://www.puslitjaknov.org/data/file/2008/makalah_peserta/07_Sutji%20Rochaminah_ Penggunaan%20Metode%20Penemuan%20untuk%20meningkatkan%20kemampuan.pd
f [25 januari 2011]
Ruseffendi, E. T. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru
Mengembangkan Kompetensinya dalam
Pengajaran Matematika untuk meningkatkan CBSA. (Edisi revisi). Bandung: Tarsito. Sahara, L .et al. (2008).
“Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan
Berpikir Kritis Siswa Pada Konsep Kalor”.
Jurnal Penelitian Pendidikan IPA. II (2), 143-164.
Sarjiman, P. (2006).
Peningkatan Pemahaman Rumus Geometri Melalui Pendekatan Realistik di Sekolah Dasar. Cakrawala Pendidikan, Februari
2006, th.XXV, No.I. [Online] tersedia di http://journal.uny.ac.id/index.php/cp/articel/download/393/pdf.
[25 januari 2011].
Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak
Langsung Serta Pendekatan Gabungan
Langsung dan Tidak Langsung dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat
Tinggi Siswa SLTP. Disertasi SPs UPI. Bandung. Tidak diterbitkan
[1]
Heruman, Model Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2008), hal, 109
[2]Maulana, Pedekatan
Metakognitif Sebagai Alternatif Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa PGSD, Jurnal Pendidikan Dasar, hal 39
[3] Hudojo, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika,(Malang:
UM PRESS, 2005), hal 205
0 Response to "Konsep Pembelajaran Matematika"
Post a Comment