BAB I
LANDASAN
TEORITIS
A.
DEFINISI
Asma adalah penyakit jalan nafas
obstruksi intermiten, reversible di mana trakea dan bronki berespons dalam
secara hiperaktif terhadap stimulus tertentu.
(Brunner &
Suddarth, 2002, hal : 611).
Asma adalah suatu penyakit gangguan
jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan
adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap
berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.
( Budi, Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Asma,
http://nursingbegin.com/wp-content/uploads/2009/02/airway-penderita-asma,gif
)
B. ANATOMI FISIOLOGI
Saluran pernapasan melakukan fungsinya sebagai saluran udara yang
memiliki tiga fungsi yaitu menyaring, menghangatkan dan melembabkan udara.
Paru-paru terdiri dari beberapa lobus, paru-paru kanan terdiri dari 3 lobus,
yaitu atas, tengah dan bawah. Sedangkan paru-paru kiri memilki 2 lobus yaitu
atas dan bawah. Udara dialirkan ke setiap lobus melalui bronchus loboris yang
merupakan cabang dari bronchus utama.
Paru-paru terletak disebelah dalam dan dilindungi oleh rongga
thoraks. Kerangka tulang ini terdiri dari sternum dan kosta dianterior dan
scapula, serta kolumna vertebralis disposterior. Pada permukaan anterior apeles
paru-paru terletak tepat diatas klavikula dan meluas ke posterior sampai ke
sebelah atau dua belas tulang iga.
Peredaran darah paru-par yaitu :
Ø Arteri pulmonalis yaitu berasal dari ventrikel kanan dan membentuk
cabang ke paru-paru kiri dan paru-paru kanan
Ø Vena pulmonalis yaitu berasal dari paru-paru menuju jantung bagian
antrium bawah.
Fungsi
pernafasan adalah menyediakan O2 bagi kebutuhan sel tubuh dan mengeluarkan CO2.
Salah satu yang menjadi penghambat dalam pencapaiaan derajat kesehatan
masyarakat yang optimal adalah penyakit asma bronchiale.
(Syaifuddin,
1992, hal : 102)
C. ETIOLOGI
Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel
yang disebabkan oleh :1) Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.
2) Pembengkakan membran bronkus.
( Budi, Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Asma,
http://nursingbegin.com/wp-content/uploads/2009/02/airway-penderita-asma,gif
)
D. PATHOFISIOLOGI
Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu
alergi dan psikologis, kedua faktor tersebut dapat meningkatkan terjadinya
kontraksi otot-otot polos, meningkatnya sekret abnormal mukus pada bronkiolus
dan adanya kontraksi pada trakea serta meningkatnya produksi mukus jalan nafas,
sehingga terjadi penyempitan pada jalan nafas dan penumpukan udara di terminal
oleh berbagai macam sebab maka akan menimbulkan gangguan seperti gangguan
ventilasi (hipoventilasi), distribusi ventilasi yang tidak merata dengan
sirkulasi darah paru, gangguan difusi gas di tingkat alveoli.
Tiga kategori asma alergi
(asma ekstrinsik) ditemukan pada klien dewasa yaitu yang disebabkan alergi
tertentu, selain itu terdapat pula adanya riwayat penyakit atopik seperti
eksim, dermatitis, demam tinggi dan klien dengan riwayat asma. Sebaliknya pada
klien dengan asma intrinsik (idiopatik) sering ditemukan adanya faktor-faktor
pencetus yang tidak jelas, faktor yang spesifik seperti flu, latihan fisik, dan
emosi (stress) dapat memacu serangan asma.
( Budi, Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Asma,
http://nursingbegin.com/wp-content/uploads/2009/02/airway-penderita-asma,gif
)
E. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik pada pasien asma adalah batuk,
dyspnoe, dan wheezing.Pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada,
pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis,
sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk
dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan
bekerja dengan keras.
Ada beberapa tingkatan
penderita asma, yaitu :
Tingkat I :
Ø
Secara klinis
normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
Ø Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test
provokasi bronkial di laboratorium.
Tingkat II :
Ø Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru
menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
Ø
Banyak dijumpai pada klien
setelah sembuh serangan.
Tingkat III :
Ø Tanpa keluhan.
Ø Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan
nafas.
Ø Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang
kembali.
Tingkat IV :
Ø Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
Ø
Pemeriksaan fisik dan fungsi
paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
Tingkat V :
Ø Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan
asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim
dipakai.
Ø Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang
reversibel.
Pada asma yang
berat dapat timbul gejala seperti :Kontraksi otot-otot pernafasan, sianosis,
gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.
( Budi, Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Asma,
http://nursingbegin.com/wp-content/uploads/2009/02/airway-penderita-asma,gif
)
F.
KLASIFIKASI ASMA
Asma dibagi atas dua kategori, yaitu ekstrinsik atau
alergi yang disebabkan oleh alergi seperti debu, binatang, makanan, asap
(rokok) dan obat-obatan. Klien dengan asma alergi biasanya mempunyai riwayat
keluarga dengan alergi dan riwayat alergi rhinitis, sedangkan non alergi tidak
berhubungan secara spesifik dengan alergen. Faktor-faktor seperti udara dingin,
infeksi saluran pernafasan, latihan fisik, emosi dan lingkungan dengan polusi
dapat menyebabkan atau sebagai pencetus terjadinya serangan asma. Jika serangan
non alergi asma menjadi lebih berat dan sering dapat menjadi bronkhitis kronik
dan emfisema, selain alergi juga dapat terjadi asma campuran yaitu alergi dan
non alergi.
( Budi, Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Asma,
http://nursingbegin.com/wp-content/uploads/2009/02/airway-penderita-asma,gif
)
G.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah pneumotoraks,
atelektasis, gagal nafas, bronkhitis dan fraktur iga. ( Soeparman, 2001 , hal 26 ).
H. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan patogenesis yang telah ditemukan, strategi
pengobatan asma dapat ditinjau dari berbagai pendekatan, seperti mengurangi
respon saluran napas, mencegah ikatan allergen dengan IgE, mencegah pelepasan
mediator kimia, melebarkan saluran napas dengan bronkodilator (Salbutamol.
Epinefrin, Aminofilin, Kortikosteroid), mengurangi respon dengan jalan meredam
inflamasi saluran napas. ( Soeparman,
2001, hal 26-27 ).
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Aktivitas / istirahat
Gejala : Keletihan, kelelahan,
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Tanda : keletihan, gelisah,
kelemahan umum
Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas
bawah
Tanda : Peningkatan TD,
frekuensi jantung, distensi vena leher, pucat.
Integritas Ego
Gejala : Peningkatan faktor
resiko, perubahan pola hidup.
Tanda : Ansietas, ketakutan,
peka rangsang
Makanan / cairan
Gejala : Mual / muntah, nafsu
makan buruk.
Tanda : turgor kulit buruk,
berkeringat, penurunan BB.
Higiene
Gejala : Penurunan kemampuan kebutuhan
bentuan melakukan aktivitas sehari-hari
Tanda : Kebersihan buruk, bau
badan.
Pernapasan
Gejala : Napas pendek, penggunaan
oksigen pada malam hari atau terus menerus
Tanda : Pernapasan biasanya
cepat dapat lambat, penggunaan otot Bantu pernapasan.
Keamanan
Gejala : Riwayat reaksi alergi,
adanya / berulangnya infeksi, kemerahan/ berkeringat
Seksualitas
Gejala : penurunan libido
Interaksi sosial
Gejala : hubungan
ketergantungan, kurang system pendukung, kegagalan dukungan
Tanda :
ketidakmampuan untuk mempertahankan suara, keterbatasan mobilitas fisik,
kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Dx I : Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi
mukus.
Tujuan : Jalan nafas kembali efektif.
Kriteria hasil :
Sesak berkurang, batuk berkurang, klien dapat mengeluarkan sputum,
wheezing berkurang/hilang, vital dalam batas normal keadaan umum baik.
Intervensi :
Ø Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya :
wheezing, ronkhi.
Ø Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan
ekspirasi
Ø Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala
tidak duduk pada sandaran
Ø Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu
tindakan untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk
Ø Berikan air hangat
Ø Kolaborasi obat sesuai indikasi.
Bronkodilator spiriva 1×1 (inhalasi).
Rasional :
Ø Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan
nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi
nafas (asma berat).
Ø Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat
dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
Ø Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan
menggunakan gravitasi.
Ø Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien
lansia, sakit akut/kelemahan.
Ø Penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
Ø Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.
Dx II : Tidak
efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
Tujuan : Pola nafas
kembali efektif.
Kriteria hasil :
Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas
normal, batuk berkurang, ekspansi paru mengembang.
Intervensi :
Ø Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya
pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
Ø Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels,
wheezing
Ø Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Ø Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Ø Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
Ø Kolaborasi : Berikan oksigen
tambahan, berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer
Rasional :
Ø kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi
tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan
atelektasis dan atau nyeri dada
Ø Ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan
pernafasan.
Ø Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
Ø Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
Ø Dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan
ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.
Ø Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan
kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.
Dx III : Gangguan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi
dapat terpenuhi.
Kriteria hasil :
Keadaan umum baik, mukosa bibir lembab, nafsu makan baik, tekstur
kulit baik, klien menghabiskan porsi makan yang disediakan, bising usus 6-12
kali/menit, berat badan dalam batas normal.
Intervensi :
Ø Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva).
Ø Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh
Ø Timbang berat badan dan tinggi badan.
Ø Anjurkan klien minum air hangat saat makan.
Ø Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering
Ø Kolaborasi : Konsul dengan tim gizi/tim
mendukung nutrisi, Berikan obat sesuai indikasi, Vitamin B squrb 2×1,
Antiemetik rantis 2×1
Rasional :
Ø Menentukan dan membantu dalam intervensi selanjutnya.
Ø Peningkatan pengetahuan klien dapat menaikan partisipasi bagi klien
dalam asuhan keperawatan.
Ø Penurunan berat badan yang signifikan merupakan indikator kurangnya
nutrisi.
Ø Air hangat dapat mengurangi mual.
Ø Memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
Ø Menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan,
defisiensi vitamin dapat terjadi bila protein dibatasi, untuk menghilangkan
mual / muntah.
Dx IV
: Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan : Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
Kriteria hasil :
KU klien baik, badan tidak lemas, klien dapat beraktivitas secara
mandiri, kekuatan otot terasa pada skala sedang
Intervensi :
Ø Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea
peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah
aktivitas.
Ø Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Ø Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.
Ø Bantu aktivitas keperawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan
Ø Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut
sesuai indikasi.
Rasional :
Ø Menetapkan kebutuhan/kemampuan pasien dan memudahkan pilihan
intervensi.
Ø Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan
kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.
Ø Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau menunduk kedepan
meja atau bantal.
Ø Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
Ø Menurunkan stress dan rangsangan berlebihan meningkatkan istirahat.
Dx V : Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan
kurangnya informasi
Tujuan : Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah.
Kriteria hasil :
Mencari
tentang proses penyakit :
- Klien
mengerti tentang definisi asma
- Klien
mengerti tentang penyebab dan pencegahan dari asma
- Klien
mengerti komplikasi dari asma
Intervensi :
Ø Diskusikan aspek ketidak nyamanan dari penyakit, lamanya
penyembuhan, dan harapan kesembuhan.
Ø Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal.
Ø Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif atau latihan
pernafasan
Ø Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan pelaporan pemberi
perawatan kesehatan.
Ø Buat langkah untuk meningkatkan kesehatan umum dan kesejahteraan,
misalnya : istirahat dan aktivitas seimbang, diet baik.
Rasional :
Ø Informasi dapat manaikkan koping dan membantu menurunkan ansietas
dan masalah berlebihan.
Ø Kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk
mangasimilasi informasi atau mengikuti program medik.
Ø Selama awal 6-8 minggu setelah pulang, pasien beresiko besar untuk
kambuh dari penyakitnya.
Ø Upaya evaluasi dan intervensi tepat waktu dapat mencegah
meminimalkan komplikasi.
Ø Menaikan pertahanan alamiah atau imunitas, membatasi terpajan pada
patogen.
DAFTAR
PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal – Bedah. Vol. 1. Jakarta : EGC.
Doengoes, Marilyn, E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi I.
Jakarta : EGC.
Syaifuddin. 1982. Anatomi
Fisiologi. Jakarta
: EGC.
Soeparman. 2001. Ilmu Penyakti
Dalam, jilid II. Jakarta
: Balai Penerbit FK-UI.
Budi. 2009. Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Asma.
http://nursingbegin.com/wp-content/uploads/2009/02/airway-penderita-asma,gif.
22 Maret 2009.
0 Response to "ASUHAN KEPERAWATAN ASMA IBU HAMIL"
Post a Comment