ASKEP TRAUMA GINJAL


BAB I
LANDASAN TEORITIS

A.       DEFENISI
Trauma ginjal adalah cedera pada ginjal yang disebabkan oleh berbagai macam rudapaksa baik tumpul maupun tajam.
( Syamsu Alam, 2008 )
Trauma ginjal terjadi sekitar 10% dari seluruh trauma abdomen.. Dari seluruh trauma sistem genitourinaria, trauma ginjal menduduki angka tertinggi  sekitar 50% tidak membedakan ginjal kiri atau kanan. Trauma biasanya disebabkan oleh karena jatuh, kecelakaan lalu lintas, pukulan, olah raga, tusukan atau  senjata api.


B.        ANATOMI FISIOLOGI



(Gambar : Ginjal)

Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal, di sebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus lapisan lemak yang tebal, di belakang peritoneum dan karena itu di luar rongga peritoneum. Setiap ginjal panjangnya 6 sampai 7,5 cm dan tebal 1,5 sampai 2,5 cm. Pada orang dewasa beratnya kira-kira 140 gram.
Struktur Ginjal
Setiap ginjal dilingkupi kapsul tipis dari jaringan fibrus yang dapat membungkusnya dan membentuk pembungkus yang halus. Di dalamnya terdapat struktur-struktur ginjal. Warnanya ungu tua dan terdiri atas bagian korteks disebelah luar dan bagian medula di sebelah dalam. Bagian medula ini tersusun atas lima belas sampai enam belas massa berbentuk piramid yang disebut piramid ginjal. Puncak-puncaknya langsung mengarah ke hilum dan berakhir di kalises. Kalises ini menghubungkan dengan pelvis ginjal.

Nefron
Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan satuan-satuan fungsional ginjal; diperkirakan ada 1.000.000 nefron dalam setiap ginjal. Setiap nefron mulai sebagai berkas kapiler (badan malpishi atau glomerulus) yang erat tertanam dalam ujung atas yang lebar pada uriniferus atau nefron. Dari sini tubulus berjala sebagian berkelok-kelok dan sebagian lurus. Bagian pertama tubulus berkelok-kelok dan dikenal sebagai kelokan pertama atau tubula proksimal dan sesudah itu terdapat sebuah simpai, simpai Henle. Kemudian tubula itu berkelok-kelok lagi, disebut kelokan kedua atau tubula distal yang bersambung dengan tubula penampung yang berjalan melintasi kortex dan medula untuk berakhir di puncak salah satu piramidis.

Fungsi Ginjal
Fungsi ginjal ialah pengaturan keseimbangan air; pengaturan konsentrasi garam dalam darah dan keseimbangan asam-asam darah dan ekskresi bahan buangan dan kelebihan garam (Evelyn C. Pearce, 1999 : 245).


A.       ETIOLOGI
Ada 3 penyebab utama dari trauma ginjal , yaitu
·         Trauma tajam
·         Trauma iatrogenic
·         Trauma tumpul

B.        PATOFISIOLOGI
Trauma tajam seperti tembakan dan tikaman pada abdomen bagian atas atau pinggang merupakan 10 – 20 % penyebab trauma pada ginjal di Indonesia.
Trauma iatrogenik pada ginjal dapat disebabkan oleh tindakan operasi atau radiologi intervensi. Biopsi ginjal juga dapat menyebabkan trauma ginjal .
Trauma tumpul merupakan penyebab utama dari trauma ginjal. Dengan lajunya pembangunan, penambahan ruas jalan dan jumlah kendaraan, kejadian trauma akibat kecelakaan lalu lintas juga semakin meningkat.
Trauma tumpul ginjal dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Trauma langsung biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, olah raga, kerja atau perkelahian. Trauma ginjal biasanya menyertai trauma berat yang juga mengenai organ organ lain. Trauma tidak langsung misalnya jatuh dari ketinggian yang menyebabkan pergerakan ginjal secara tiba tiba di dalam rongga peritoneum.


C.       GEJALA DAN TANDA\
Gejala
Nyeri terlokalisasi pada satu pinggang atau seluruh perut. Trauma lain seperti ruptur visera abdomen atau fraktur pelvis multiple juga menyebabkan nyeri abdomen akut sehingga mengaburkan adanya trauma ginjal. Kateterisasi biasanya menunjukkan adanya hematuria. Perdarahan retroperitoneal bisa menyebabkan distensi abdomen, ileus, nausea serta vomitus.

Tanda
Perlu diperhatikan adanya syok atau tanda-tanda kehilangan darah masiv karena perdarahan retroperitoneal. Cermati adanya ekimosis pada pinggang atau kuadran atas abdomen.Juga adanya patah tulang iga bagian bawah. Mungkin ditemukan nyeri abdomen difus pada palpasi yang merupakan tanda akut abdomen karena adanya darah pada cavum peritonei. Distensi abdomen mungkin ditemukan dengan bising usus yang menghilang. Masa yang palpable menandakan adanya hematom retroperitoneal besar atau suatu ekstravasasi urin. Namun jika retroperitoneum robek, darah bebas masuk ke cavum peritonei tanpa ditemukan masa palpable pada pinggang.


D.       MEKANISME TRAUMA
Pada ginjal perlu diperhatikan benar oleh klinisi. Berikut adalah mekanisme yang umumnya terjadi pada trauma ginjal.
·         Trauma tembus
·         Trauma tumpul
·         Iatrogenik
·         Intraoperatif
·         Lain-lain

80-85% trauma ginjal disebabkan trauma tumpul yang secara langsung mengenai abdomen, pinggang atau punggung. Trauma tersebut disebabkan karena kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh dan olahraga kontak. Tabrakan kendaraan pada kecepatan tinggi bisa menyebabkan trauma  pambuluh darah utama karena deselerasi cepat. Luka karena senjata api dan pisau   merupakan luka tembus terbanyak  yang mengenai ginjal sehingga bila terdapat luka pada pinggang harus dipikirkan trauma ginjal sampai terbukti sebaliknya. Pada luka tembus ginjal, 80% berhubungan dengan trauma viscera abdomen.  Iatrogenik disebabkan oleh prosedur endourologi, Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL), biopsi renal dan prosedur ginjal perkutan. Pada intraoperatif  terjadi pada Diagnostic Peritoneal Lavage(DPL). Penyebab lain trauma ginjal adalah karena rejeksi transplantasi ginjal serta proses kelahiran.



E.        KLASIFIKASI
Klasifikasi Patologi trauma Ginjal
Menurut Moore et al , trauma ginjal dibagi menjadi :
1.      Trauma minor          
Merupakan 85% kasus. Kontusio maupun ekskoriasi renal paling sering terjadi. Kontusio renal kadang diikuti hematom subkapsuler. Laserasi korteks superfisial juga merupakan trauma minor.
2.      Trauma mayor
Merupakan 15% kasus.Terjadi laserasi kortikomeduler yang dalam sampai collecting system menyebabkan ekstravasasi urine kedalam ruang perirenal. Hematom perirenal dan retroperitoneal sering menyertai laserasi dalam ini. Laserasi multiple mungkin menyebabkan destruksi komplit jaringan ginjal. Jarang terjadi laserasi pelvis renalis tanpa laserasi parenkim pada trauma tumpul.
3.      Trauma vaskuler
Terjadi sekitar 1% dari seluruh trauma ginjal. Trauma vaskuler pada pedikel ginjal ini memang sangat jarang  dan biasanya karena trauma tumpul. Bisa terjadi  total avulsi arteri dan vena  atau  avulsi parsial dari cabang segmental vasa ini. Regangan pada arteri renalis utama tanpa avulsi menyebabkan trombosis arteri renalis.  

Grading Trauma Ginjal
Untuk mengelola trauma ginjal dengan baik perlu terlebih dahulu menetapkan grading secara akurat. The American Association for the surgery of Trauma membagi trauma ginjal menjadi 5 grade:
Derajat I   : Kontusio ginjal atau hematom subkapsuler yang tidak meluas  tanpa    disertai laserasi parenkim.
Derajat II  : Hematom perirenal yang tidak meluas atau laserasi korteks < 1 cm tanpa ekstravasasi urine dan rasa nyeri.
Derajat III : Laserasi korteks > 1 cm tanpa ekstra vasasi urine, urin dan darah bergumpal
Derajat IV: Laserasi korteks meluas ke collecting system ( terlihat adanya ekstravasasi kontras ), atau cedera arteri atau vena segmental (terlihat adanya infark parenkim segmental) atau cedera arteri atau vena utama yang tertutup oleh hematom.


H .  KOMPLIKASI
·      Komplikasi Awal
Komplikasi awal terjadi I bulan pertama setelah cedera :
ü  Urinoma
Terjadi < 1% kasus trauma ginjal. Jika kecil dan noninfeksius maka tidak membutuhkan intervensi bedah. Bila besar perlu dilakukan pemasangan tube ureter atau nefrostomi perkutan /endoskopik.
ü  Delayed bleeding
Terjadi dalam waktu 2 minggu cedera. Bila besar dan simtomatik dilakukan   embolisasi.
ü  Urinary fistula
Terjadi karena adanya urin yang tidak didrain atau infark segmen besar parenkim gunjal.
ü  Abses
Terdapat ileus, panas tinggi dan sepsis. Mudsah didrainase perkutan.
ü  Hipertensi
Pada periode awal pasca operasi biasanya karena rennin mediated, transient   dan tidak membutuhkan tindakan .

·         Komplikasi Lanjut
      Hidronefrosis, arteriovenous fistula, pielonefritis. Kalkulus, delayed hipertensi.
Scarring  pada daerah pelvis renis dan ureter pasca trauma bisa menyebabkan obstruksi urine yang menyebabkan terbentuknya batu dan infeksi kronik. Fistula arteriovenosa sering terjadi setelah luka tusuk yang ditandai dengan delayed bleeding. Angiografi akan memperlihatkan ukuran dan posisi fistula.Pada sebagian besar kasus mudah dilakukan penutupan fistula dengan embolisasi. Hipertensi delayed pasca cedera ginjal karena iskemi ginjal merangsang aksis renin-angiotensin.
Ginjal sangat terlindungi oleh organ-organ disekitarnya sehingga diperlukan kekuatan yang cukup yang bisa menimbulkan cedera ginjal. Namun pada kondisi patologis seperti hidronefrosis atau malignansi ginjal maka ginjal mudah ruptur oleh hanya trauma ringan. Mobilitas ginjal sendiri membawa konsekuensi terjadinya cedera parenkim ataupun vaskuler.Sebagian besar trauma ginjal adalah trauma tumpul dan sebagian besar trauma tumpul menimbulkan cedera minor pada ginjal yang hanya membutuhkan bed rest.

I.       PENATALAKSANAAN
·         Konservatif
Ditujukan pada trauma minor. Diobservasi tanda-tanda vital (tensi, nadi, suhu), kemungkinan adanya penambahan massa di pinggang, adanya pembesaran lingkaran perut, penurunan keadaan hemoglobin darah, dan perubahan warna pada pemeriksaan urine serial.
Jika selama observasi ditemukan adanya tanda-tanda perdarahan atau kebocoran urin yang menimbulkan infeksi harus segera dilakukan operasi.
·         Operasi
Operasi ditujukan pada trauma ginjal mayor ( grade 2/3 dengan tujuan untuk menghentikan perdarahan dan  selanjutnya, mungkin perlu dilakukan debridement, reparasi ginjal (berupa renoraphy atau penyambungan vasculer) atau tidak jarang dilakukan nephrectomy parsial bahkan nephrectomy total.



BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A.      PENGKAJIAN
  • Aktifitas/ istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus
  • Sirkulasi
Tanda : Hipotensi dan Hipertensi, disritmia jantung, nadi lemah, edema jaringan umum, pucat dan kecenderungan pendarahan.
  • Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih, disuria, abdomen kembung, konstipasi
Tanda : Perubahan warna urin
  • Makanan/ cairan
Gejala : Peningkatan dan penurunan berat badan, nyeri ulu hati, mual muntah dan anoreksia.
Tanda : Perubahan turgor kulit dan edema
  • Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, keram otot.
Tanda : Gangguan status mental
  • Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri tubuh sakit kepala
Tanda : Perilaku berhati-hati , gelisah
  • Pernapasan
Gejala : Napas pendek
Tanda : Takipnea, dispne
B.   DIAGNOSA KEPERAWATAN
Dx 1 : Nyeri b/d proses penyakit, gangguan kulit, psikologis.
Tujuan : Menyatakan atau menunjukkan nyeri hilang, menunjukkan kemampuan untuk membantu dalam satu tindakan
Intervensi :
-          Kaji nyeri
-          Auskultasi bising usus,
-          Berikan obat sesuai indikasi, berikan rendam duduk bila diindikasikan
-          Pertahankan patensi selang NG
Rasional :
-          Membantu evaluasi derajat ketidak nyamanan dan keefektifan analgetik
-          Mengindikasikan fungsi usus
-          Menghilangkan nyeri,meningkatkan kenyamanan dan istirahat
-          Dekompresi lambung atau usus untuk mencegah distensi abdomen

Dx 2 : Perubahan volume cairan b/d  mekanisme regulator dan retensi air.
Tujuan : Homeostatis meningkat, komplikasi dicegah atau diminimalkan.
Intervensi :
-          Awasi denyut jantung, tekanan darah
-          Catat pemasukan dan pengeluaran akurat
-          Batasi pemasukan cairan sesuai indikasi
-          Berikan obat sesuai indikasi
Rasional :
-          Takikardi dan hipertensi terjadi karena kegagalan ginjal untuk mengeluarkan urin. Pengawasan infasif untuk mengkaji volume intravaskuler
-          Perlu untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan
-          Managemen cairan diukur untuk menggantikan pengeluaran dari semua sumber, gagal varerenal diatasi dengan penggantian cairan
-          Diberikan pada fase oliguria, untuk melebarkan lumen tubular dari debris.

Dx 3 : Perubahan nutrisi b/d pembatasan diet untuk menurunkan produksi semiprogen
Tujuan : Mempertahankan berat badan seperti yang diindikasikan
Intervensi :
-          Kaji atau catat pemasukan diet
-          Berikan makan sedikit tapi sering
-          Batasi kalium, natrium, dan pemasukan pospat sesuai indikasi
-          Berikan kalori tinggi, diet rendah sedang protein
Rasional :
-          Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet
-          Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik atau menurunnya peristaltic
-          Pembatasan elektrolit diperlukan untuk mencegah kerusakan ginajl lebih lanjut
-          Jumlah protein eksogen yang dibutuhkan kurang dari normal kecuali pada pasien dialis

Dx 4 : Kelelahan b/d peningkatan kebutuhan energi
Tujuan : melaporkan perbaikan rasa berenergi, berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan.
Intervensi :
-          Rencanakan periode istirahat adekuat
-          Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari
-          Tingkatkan partisipasi sesuai toleransi pasien
-          Awasi kadar elektrolit

Rasional :
-          Mencegah kelelahan berlebihan dan menyimpang
-          Mengubah energi, memungkinkan berlanjutnya aktifitas yang dibutuhkan
-          Meningkatkan rasa membaik atau sehat dan membatasi frustasi
-          Ketidak seimbangan dapat mengganggu fungsi neuromuscular yang memerlukan peningkatan penggunaan energi

Dx 5 : Resiko tinggi terjadinya infeksi b/d retensi pertahanan imunologi.
Tujuan : Tidak mengalami tanda dan gejala infeksi
Intervensi :
-          Tingkatkan personal hygiene pada pasien
-          Kaji integritas kulit
-          Berikan perawatan kateter jika pasien memakai kateter
-          Ambil specimen untuk kultur dan sensitifitas
Rasional :
-          Menurunkan resiko kontaminasi silang dan membatasi terjadinya infeksi sepsis
-          Ekskoriasi akibat gesekan dapat menjadi infeksi sekunder
-          Menurunkan kolonisasi bakteri dan resiko ISK escendent
-          Memastikan infeksi dan identifikasi organisme khusus.



DAFTAR PUSTAKA

Alam, Syamsu. 2008. Kelainan Traumatik Ginjal. http://ahmadrofiq.com/?p=15

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

Hasibuan, Paulus. 2008. Trauma Ginjal : Evaluasi dan Penatalaksanaannya.
http://www.pantirapih.or.id/index.php?mod=artikeldtl&c=0&id=4

Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Purwadianto, Agus. 2000. Kedaruratan Medik. Jakarta : Binarupa Aksara.

UGM. 2009. Trauma Pada Ginjal.  
http://www.bedahugm.net/Bedah-Urologi/Trauma-Pada-Ginjal.html  

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "ASKEP TRAUMA GINJAL"

Post a Comment