BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pembangunan kesehatan yang dilakukan secara bertahap
dan berkesinambungan telah menunjukkan hasil yang menggembirakan, namun tanpa
disadari masih banyak masalah kesehatan yang kita hadapi seperti Benigna
Prostat Hiperplasia.
Kerap kali penyakit ini menyerang manusia segala
jenis umur. Untuk itu pembuatan makalah ini sangat berperan penting agar
perawat dapat mengenal lebih dalam tentang penyakit Benigna Prostat
Hiperplasia.
1.2.Perumusan Masalah
Asuhan keperawatan ini dibuat dengan
tujuan :
- Untuk
mengetahui proses penyakit Benigna Prostat Hiperplasia.
- Untuk
mengetahui bagaimana cara penanganan penyakit Benigna Prostat Hiperplasia
sesuai dengan asuhan keperawatan.
Asuhan keperawatan pada pasien Benigna Prostat
Hiperplasia merupakan penyakit yang berhubungan dengan saluran perkemihan dan terbagi
dalam beberapa tahapan baik defenisi, proses penyakit, pengobatan hingga asuhan
keperawatan.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
1.
Pengertian
Benigna
prostate hyperplasia adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara
umum pada pria-pria lebih tua dari 50 tahun)
menyebabkan berbagai derajat obstruksi dan pembatasan urinarius.
(
Marillyn E. Dongoes 1993, Hal :671 )
Istilah
Hiperplasia sebenarnya kurang-kurang tepat, karena yang terjadi adalah
hyperplasia kelenjar paruretra yang mendesak, jaringan prostat yang asli ke
perifer dan menjadi simpai bedah.
( Kapita Selekta
Kedokteran, ed 3 Hal 329 )
2.
Anatomi
dan Fisiologi
Kelenjar
prostate merupakan kelenjar yang terletak dibawah Vesika urinaria melekat pada
dinding bawah vesika urinaria disekitar uretra bagian atas. Kelenjar prostat kira-kira sebesar buah
kenari, letaknya dibawah kandung kemih mengelilingi uretra dan terdiri dari kelenjar
majemuk, saluran-saluran dan otot polos.
Prostat mengeluarkan secret cairan
yang bercampur secret dari testis. Pembesaran
prostat
akan mengandung uretra dan menyebabkan retensi urin.
Kelenjar
prostat, merupakan suatu kelenjar yang terdiri dari 30-50 kelenjar yang
terbagi atas 4 lobus, yaitu:
1. Lobus
posterior
2. Lobus
Lateral
3. Lobus Anteriol
4. Lobus
Medial
Fungsi
kelenjar prostat, menambah cairan akalis pada cairan seminalis berguna untuk
melindungi spermatozoa tehadap tekanan yang terdapat pada uretra dan vagina.
( Drs. Syaifuddin, B.AC.
Anatomi Fisiologi untuk siswa perawat
(33) )
3.
Etiologi
Etiologi
BPH belum jelas namun terdapat faktpr resiko umur dan hormone androgen.
Perubahan mikroskopik pada prostate telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun.
Bila perubahan mikroskopik ini berkembang akan terjadi perubahan patologik
anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun kejadiannya sekitar 50%, usia 80 tahun
sekitar 80% dan usia 90 tahun 100%.
( Aris Manjoer, dkk.
Kapita Selekta Kedokteran, 329 )
4.
Patofisiologi
Proses
pembesaran prostate terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada
saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah
terjadi pembesaran prostat meningkat, serta otot setrusor menebal dan
direstikel. Fase penebalan detruser menjadi lelah dan akhirnya dekonvensasi dan
tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi refensio urin yang
selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.
Adapun
phatofisiologi dari masing-masing gejala adalah :
v Penurunan
kekuatan dan caliber aliran yang disebabkan retensi uretra adalah gambaran awal
dan menetap dari BPH.
v Hesitency
terjadi karena detrusor waktu yang lama untuk dapat melawan resistensi uretra.
v Intermiktency
terjadi karena detrusor tidak dapat mengatasi resistensi uretra sampai akhir
miksi. Terminal dribbling dan rasa belum puas sehingga miksi terjadi karena
jumlah urin yang banyak dalam buli-buli.
v Nokturis
dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap pada tiap miksi
sehingga uniterval antar miksi lebih miksi.
v Frekuensi
terutama pada malam hari, (nokturia) karena hambatan normal koetex berkurang
dan terus sfingter dan uretra berkurang selama tidur.
v Urgency
dan disuria jarang terjadi jika ada yang disebabkan oleh ketidakstabilan
detrusor sehingga terjadi kontraksi inveluntor.
v Inkotinensia
bukan gejala urin keluar sedikit-sedikit secara berakala karena setelah
buli-buli mencapai complance maksimum tekanan dalam buli-buli akan cepat riak
melebihi tekanan spincter.
5.
Manifestasi
klinik
Peningkatan
frekuensi berkemih disertai hambatan sewaktu memulai berkemih dan penurunan
gaya tekanan arus urin
Seiring
dengan makin parahnya keadaan kandung kemih mungkin tidak dapat dikosongkan
secara sempurna sehungga urin menetes keluar adalah yang diperlukan untuk
berkemih menjadi lebih lama. Keluhan ini
biasanya disusun dalam bentuk score system, terdapat beberapa jenis klasifikasi
yang dapat digunakan untuk membantu diagnose dan menentukan tungkat beratnya
penyakit diantaranya adalah “Score Internasional Gejala Prostat WHO” dan “
Score Madson Inversen”.
6.
Komplikasi
Apabila
buli-buli menjadi dekonuensasi akan terjadinya retensio urin, karena produsi
urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli tidak mampu lagi menampung urin
sehingga tekanan intra vesika meningkat, Hydrouretra, Hydronefrosis, dan gagal
ginjal.
Proses
kerusakan ginjal dipercepat jika terjadi infeksi karena selalu terdapat sisa
urin dapat terbentuk batu endapan dalam buli-buli. Batu ini dapat menambah
keluhan iritasi dan menimbulkan keluhan cystitis dan bila terjadi refleks dapat
terjadi Pyelonefritis pada waktu miksi pasien harus mengedan sehingga lama
kelamaan dapat menyebabkan hernia atau hermord.
(Capita Selekta).
7.
Pemeriksaan
Diagnostik
Urinalisa
:
warna
kuning, coklat gelap, merah gelap atau terang (berdarah); penampilan; pH dan
atau lebih besar (menunjukkan infeksi);
bacteria, SDP, SDM mungkin ada secara mikroskopis.
Kultul
urin:
untuk
menunjukkan Staphylococcus, Proteus, Klebsiela, Pseudomonas, atau Eschericia
coli.
Sistologi
urin:
untuk
mengesampingkan kanker kandung kemih.
Bun
Kreatin:
meningkatkan
bila fungsi ginjal dipengaruhi
Asam
fosfat serum/ antigen khusus prostatic:
peningkatan
karena pertumbuhan selular dan pengaruh hormonal pada kanker prostat (dapat
mengindikasikan metaphase tulang)
SDP:
mungkin
lebih besar dari 11000, mengindikasi infeksi bila pasien tidak immunosupresi. Penentuan
kecepatan aliran urin: mengkaji derajat
obstruksi kandung kemih
IVP
dengan film pasca berkemih:
menunjukkan
perlambatan pengosongan kandung kemih.
Systogram:
mengukur
tekanan dan folum kandung kemih.
Systometri:
mengevaluasi
fungsi otot detrosos.
Systroretroscopy:
untuk
menggambarkan derajat pembesaran, prostat dan perubahan dinding kandung kemih.
Liltrasound
transrectal:
mengukur
prostat, jumlah residu urin, melokalisasi lesi yang tidak berhubungan dengan
HPB.
8.
Penatalaksanaan
1. Observasi
Biasanya
dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasehat yang diberikan adalah
mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia. Menghindari
obat-obatan dekongestan (palasimpatolik). Mengurangi minum kopi alcohol agar
tidak selalu sering miksi. Setiap 3 bulan control keluhan.
2. Terapi
medicamentosa
3. Terapi
bedah
Waktu
penanganan untuk map pasien bervariasi, tergantung beratnya gejala dan
komplikasi. Indikasi absolute untuk terapi bedah:
a.
Retensi urin berulang
b.
Hematuria
c.
Tanda penurunan fungsi
sinyal
d.
ISK berulang
e.
Tanda obstruksi berat,
yaitu divertikel hydroureter dan hydsronefrosis
f.
Ada batu saluran kemih
karena pembedahan tidak mengobati BPH maka biasanya penyakit ini akan timbul
kemabali 8-10 tahun kemudian
4. Terapi
invasive minimal
DASAR
DATA PENGKAJIAN PASIEN
Eliminasi
Gejala:
v Penurunan
kekuatan/dorongan aliran urin
v Keragu-raguan
pada berkemih awal
v Ketidakmampuan
untuk mengosongkan kandung kemih
v Nokturia
untuk berkemih
v Duduk
untuk berkemih
v Konstipasi
(protusi prostat kedalam rektum)
Tanda:
masa padat di
abdomen bawah (distensi blass), nyeri tekan kandung kemih Hernia inguinalis,
hemorrhoid (mengakibatkan peningkatan tekanan abdominal yang memerlukan
pengosongan kandung kemih mengatasi tahanan
Makanan/cairan
Gejala:
anoreksia,
mual muntah, penurunan BB
Nyeri/kenyamanan
Gejala:
nyeri
supra pubis, panggul, nyeri punggung bawah
Keamanan
Gejala:
demam
Seksualitas
Gejala:
v Masalah
tentang aspek kondisi/terapi pada
kemampuan seksual
v Akut
incontinensia/menetes selama hubungan intim
Tanda:
pembesaran,
nyeri tekanan prostat.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
v Keluhan
utama
v Riwayat
kesehatan sekarang
v Riwayat
kesehatan masalalu
v Riwayat
psikososial
2.
Prioritas keperawatan
a. Menghilangkan
retensi urine akut
b. Meningkatkan
kenyamanan
c. Mencegah
komplikasi
d. Membantu
px untuk menerima masalh psikososial
e. Memberikan
informasi tentang penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan
3.
Diagnose keperawatan
1. Retensi
urine B/D obstruksi mekanik ditandai dengan ketidakmampuan mengosongkan kandung
kemih,incontinensia/menetes
Tujuan :
1)
Berkemih dengan jumlah
yang cukup tak teraba distensi kandung kemih
2)
Menunjukkan residu
pasca berkemih kurang dari 50 ml : dengna tak adanya tetesan/kelebihan cairan
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Dorong px untukj
jumlah yang cukup tak teraba distensi kandung kemih
|
Memungkinkan retensi
urin distensi urine berlebihan pada kandung kemih
|
Observasi aliran
urine, perhatikan ukuran dan kekuatan
|
Berguna untuk
mengevakuasi obstruksi dan pilihan intervensi
|
Awasi dan catat waktu
dan jumlah tiap berkemih, perhatikan penurunan keluaran urine dan perubahan
berat jenis
|
Referensi urine
meningkatkan tekanan dalam mempengaruhi fungsi ginjal. Adanya deficit aliran
darah keginjal mengganggu kemampuannya unutk memfilter dan mengkonsentrali
substansi.
|
2. Nyeri
akut B/D dengan distensi kandung kemih D/D nyeri, gelisah
Tujuan :
a. Nyeri
bilang/terkontrol
b. Mampu
unutk tidur istirahat dengan tepat
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Kaji nyeri,
perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10) lamanya
|
Memberikan
informasi unutk membantu dalam menentukan pilihan/keefektifan intervensi
|
Plester selang
drainase pada paha dan pada abdomen bila traksi tidak diperlukan
|
Mencegah penarikan
kandung kemih dan erasi pertemuan penis-scrotal
|
Berikan tindakan
kenyamanan, contoh pijat punggung, membantu pasien melakukan posisi yang
nyaman, mendorong penggunaan relaksasi/latihan nafas dalam, aktifitas
terapeutik
|
Meningkatkan
relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan
koping.
|
3. Kekurangan
volume cairan B/D dengan ketidakseimbangan elektrolit
Tujuan :
Mempertahankan
adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer terasa pengisian
kapiler baik dan membrane mukosa lembab.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Awasi dengan
hati-hati tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan keluaran-keluaran 100-200
ml/jam
|
Diuresit cepat dapat
menyebabkan kekurangan volume total cairan, karena tidak kecukupan natrium
diabsorbsi dalam tubular ginjal
|
Dorong peningkatan
pemasukan oral berdasarkan kebutuhan individu
|
Px dibatasi pemasukan
oral dalam upaya mengontrol gejala urinoria, homeostasis, pengurangan
cadangan ndan peningkatan resiko dehidrasi lp hipovolemia.
|
4. Ketakutan/ansietas
B/D perubahan status kesehatan D/D ketakutan
Tujuan :
a. Tampak
rileks
b. Pengetahuan
yang akurat tentang situasi
c. Menunjukkan
tentang tempat, tentang perasaan dan penurunan rasa takut. Melaporkan ansietas
menurun sampai tingkat dapat ditangani
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Selalu ada buat px,
buat hubungan saling percaya dengan px atau orang dekat
|
Menunjukkan perhatian
dan keinginan untuk membantu dalam diskusi tentang subjek sensitive
|
Pertahankan perilaku
nyata dalam malakukan prosedur/menerima px lindung privasi px
|
Menyatakan penerimaan
dan menghilangkan rasa malu px
|
5. Kurang
pengetahuan/kebutuhan belajar tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan B/D kurang terpajan/mengingat salah informasi
Tujuan :
a. Menyatakan
pemahaman prosses penyakit/prognosis
b. Mengidentifikasi
hubungan tanda/gejala proses penyakit
c. Melkukan
perubahan pola hidup/perilakku yang perlu
d. Berpartisipasi
dalam program pengobatan
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Kaji ulang proses
penyakit, pengalaman pasien
|
Memberikan dasar
pengetahuan dimana px dapat membuat pilihan informasi terapi
|
Dorong menyatakan
rasa takut/perasaan dan perhatian
|
Membantu px mengalami
perasaan dapat merupakan rebilitasi vital
|
Memberikan informasi
bahwa kondisi tidak dikeluarkan secara seksual
|
Mungkin merupakan
kekuatan yang dibicarakan.
|
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Asuhan keperawatan pada pasien Benigna Prostat
Hiperplasia dibagi dalam tahapan sehingga dapat memudahkan dan mengefisiensikan
dalam pembuatan makalah ini. Penyakit Benigna Prostat Hiperplasia ini sangat
berbahaya bagi semua orang. Apalagi penyakit Benigna Prostat Hiperplasia
termasuk dalam golongan penyakit yang
berhubungan dengan saluran perkemihan.
Dalam hal ini perawat berperan penting untuk
menangani jenis penyakit ini.
Saran
Asuhan keperawatan pada pasien Benigna
Prostat Hiperplasia harus dilakukan dengan seksama.
Sehingga tidak ada penyimpangan baik dalam rencana terapi medic maupun
keperawatan. Perawat harus menguasai pengetahuan tentang penyakit poliomeilitis
sehingga dapat merumuskan tindakan apa yang harus dilakukan secara medic maupun
dalam perawatannya.
DAFTAR PUSTAKA
Junaidi, Purnawan DKK, Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi 2. Penerbit Media Aesculapius. FK UI.
Jakarta. 1982
Tucker,
Susan Martin DKK, Standar Perawatan Pasien. Edisi 5, Vol. 3. EGC. Jakarta.
J.
Corwin Elisabeth. Buku Saku Phatofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran. EGC.
Jakarta
Engram,
Barbara. Rencana Asuhan Keperawatan Medical Bedah, Vol. 1. EGC.
Jakarta
0 Response to "Makalah Benigna prostate hyperplasia "
Post a Comment