BAB I
PENDAHULUAN
1. I. LATAR BELAKANG
Trauma
torak semakin meningkat sesuai dengan kemajuan transportasi dan kondisi sosial
ekonomi masyarakat.· Di Amerika Serikat didapatkan 180.000 kematian pertahun
karena trauma. 25 % diantaranya karena trauma torak langsung, sedangkan 5 %
lagi merupakan trauma torak tak langsung atau penyerta
Pneumotoraks
didefinisikan sebagai adanya udara di dalam kavum/rongga pleura. Tekanan di
rongga pleura pada orang sehat selalu negatif untuk dapat mempertahankan paru
dalam keadaan berkembang (inflasi). Tekanan pada rongga pleura pada akhir
inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O.
Kerusakan
pada pleura parietal dan/atau pleura viseral dapat menyebabkan udara luar masuk
ke dalam rongga pleura, Sehingga paru akan kolaps. Paling sering terjadi
spontan tanpa ada riwayat trauma; dapat pula sebagai akibat trauma toraks dan
karena berbagai prosedur diagnostik maupun terapeutik.
Dahulu
pneumotoraks dipakai sebagai modalitas terapi pada TB paru sebelum ditemukannya
obat anti tuberkulosis dan tindakan bedah dan dikenal sebagai pneumotoraks
artifisial . Kemajuan teknik maupun peralatan kedokteran ternyata juga mempunyai
peranan dalam meningkatkan kasus-kasus pneumotoraks antara lain prosedur
diagnostik seperti biopsi pleura, TTB, TBLB; dan juga beberapa tindakan
terapeutik seperti misalnya fungsi pleura, ventilasi mekanik, IPPB, CVP dapat
pula menjadi sebab teradinya pneumotoraks (pneumotoraks iatrogenik).
1. II. TUJUAN
·
Tujuan Umum
Mahasiswa
mendapat gambaran dan pengalaman tentang penetapan proses asuhan keperawatan
secara komprehensif terhadap klien trauma dada ini
·
Tujuan Khusus
Setelah
melakukan pembelajaran tentang asuhan keperawatan dengan bronchitis kronis.
Maka mahasiswa/i diharapkan mampu :
1. Melakukan pengkajian
keperawatan pada klien dengan trauma dada
2. Merumuskan diagnosa
keperawatan pada klien dengan trauma dada
3. Merencanakan tindakan
keperawatan pada klien dengan trauma dada
4. Melaksanakan tindakan
keperawatan pada klien dengan trauma dada
5. Melaksanakan evaluasi
keperawatan pada klien dengan trauma dada
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1. I. DEFENISI
Trauma
adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan
emosional yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma
adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun.
Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma
tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer,
2001).
Trauma
thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau
ruda paksa tajam atau tumpul. (Hudak, 1999).
Trauma
thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau
ruda paksa tajam atau tumpul. (Lap. UPF bedah, 1994).
Trauma
thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang
disebabkan oleh benda tajam atau bennda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan
gawat thorax akut
Hematotorax
adalah tedapatnya darah dalam rongga pleura, sehingga paru terdesak dan
terjadinya perdarahan.
Di
dalam toraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia, yaitu
paru-paru dan jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai
alat pemompa darah. Jika terjadi benturan atau trauma pada dada, kedua organ
tersebut bisa mengalami gangguan atau bahkan kerusakan.
1. II. ETIOLOGI
ü
Tamponade jantung : disebabkan luka tusuk dada yang tembus ke
mediastinum/daerah jantung.
ü
Hematotoraks : disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam, traumatik atau
spontan
ü
Pneumothoraks : spontan (bula yang pecah) ; trauma (penyedotan luka rongga
dada) ; iatrogenik (“pleural tap”, biopsi paaru-paru, insersi CVP, ventilasi
dengan tekanan positif) (FKUI, 1995)
1. III.ANATOMI FISIOLOGI
Kerangka
rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucutterdiri dari
sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di
anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang yang melayang.
Kartilago
dari 6 igamemisahkan articulasio dari sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh
berfungsimembentuk tepi kostal sebelum menyambung pada tepi bawah sternu.
Perluasanrongga pleura di atas klavicula dan di atas organ dalam abdomen
penting untuk dievaluasi pada luka tusuk.
Musculus
pectoralis mayor dan minor merupakanmuskulus utama dinding anterior thorax.
Muskulus latisimus dorsi, trapezius,rhomboideus, dan muskulus gelang bahu
lainnya membentuk lapisan muskulus posterior dinding posterior thorax.
Tepi bawah muskulus pectoralis mayor membentuk lipatan/plika aksilaris
posterior.
Dada
berisi organ vital paru dan jantung, pernafasan berlangsung dengan bantuan
gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernafasan
yaitumuskulus interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan rongga dada
membesar sehingga udara akan terhisap melalui trakea dan bronkus.
Pleura
adalah membran aktif yang disertai dengan pembuluh darah danlimfatik. Disana
terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal kebocoranudara dan
kapiler. Pleura visceralis menutupi paru dan sifatnya sensitif, pleura
ini berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama – sama dengan pleura
parietalis,yang melapisi dinding dalam thorax dan diafragma.
Pleura
sedikit melebihi tepi paru pada setiap arah dan sepenuhnya terisi dengan
ekspansi paru – paru normal, hanyaruang potensial yang ada.Diafragma bagian
muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenamkartilago kosta, dari
vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal, bagianmuskuler melengkung
membentuk tendo sentral.
Nervus
frenikus mempersarafimotorik dari interkostal bawah mempersarafi sensorik.
Diafragma yang naik setinggi putting susu, turut berperan dalam ventilasi
paru – paru selama respirasi biasa /tenang sekitar 75%.
1. IV. PATOFISIOLOGI
Rongga
dada terdiri dari sternum, 12 verebra torakal, 10 pasang iga yang berakhir di
anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang iga yang melayang. Di dalam
rongga dada terdapat paru-paru yang berfungsi dalam sistem pernafasan. Apabila
rongga dada mengalami kelainan, maka akan terjadi masalah paru-paru dan akan
berpengaruh juga bagi sistem pernafasan.
Akibat
trauma dada disebabkan karena:
Tension
pneumothorak cedera pada paru memungkinkan masuknya udara (tetapi tidak keluar)
ke dalam rongga pleura, tekanan meningkat, menyebabkan pergeseran mediastinum
dan kompresi paru kontralateral demikian juga penurunan aliran baik venosa
mengakibatkan kolapnya paru. Pneumothorak tertutup dikarenakan adanya tusukan
pada paru seperti patahan tulang iga dan tusukan paru akibat prosedur infasif
penyebabkan terjadinya perdarahan pada rongga pleural meningkat mengakibatkan
paru-paru akan menjadi kolaps.
Kontusio
pasru mengakibatkan tekanan pada rongga dada akibatnya paru-paru tidak dapat
mengembang dengan sempurna dan ventilasi menjadi terhambat akibat terjadinya
sesak nafas. Sianosis dan tidak menutup kemungkinan akan terjadi syok.
1. V. MANIFESTASI KLINIS
ü
Nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi.
ü
Pembengkakan lokal dan krepitasi yang sangat palpasi.
ü
Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek.
ü
Dyspnea, takipnea
ü
Takikardi
ü
Tekanan darah menurun.
ü
Gelisah dan agitasi
ü
Kemungkinan cyanosis.
ü
Batuk mengeluarkan sputum bercak darah.
ü
Hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit.
1. VI.KLASIFIKASI
Trauma
thorak klasifikasikan menjadi :
1. I. Trauma tembus (tajam)
A. Terjadi diskontinuitas
dinding toraks (laserasi) langsung akibat penyebab trauma
B. Terutama akibat tusukan
benda tajam (pisau, kaca, dsb) atau peluru
C. Sekitar 10-30%
memerlukan operasi torakotomi2.
Trauma
tembus, biasanya disebabkan tekanan mekanikal yang dikenakan secara direk yang
berlaku tiba-tiba pada suatu area fokal. Pisau atau projectile, misalnya,
akanmenyebabkan kerusakan jaringan dengan stretching dan crushing dan cedera
biasanya menyebabkan batas luka yang sama dengan bahan yang tembus
pada jaringan.
Berat
ringannya cidera internal yang berlaku tergantung pada organ yangtelah terkena
dan seberapa vital organ tersebut. Derajat cidera tergantung pada mekanisme
dari penetrasi dan temasuk, diantarafaktor lain, adalah efisiensi dari energy
yang dipindahkan dari obyek ke jaringan tubuhyang terpenetrasi.
Faktor
faktor lain yang berpengaruh adalah karakteristik dari senjata, seperti
kecepatan, size dari permukaan impak, serta densitas dari jaringantubuh yang
terpenetrasi.
Pisau
biasanya menyebabkan cidera yang lebih kecil karena iatermasuk proyektil dengan
kecepatan rendah. Luka tusuk yang disebabkan oleh pisausebatas dengan daerah
yang terjadi penetrasi. Luka disebabkan tusukan pisau biasanyadapat
ditoleransi, walaupun tusukan tersebut pada daerah jantung, biasanya
dapatdiselamatkan dengan penanganan medis yang maksimal.
Peluru
termasuk proyektil dengan kecepatan tinggi, dengan biasanya bisamencapai
kecepatan lebih dari 1800-2000 kali per detik. Proyektil dengan kecepatan yang
tinggi dapat menyebabkan dapat menyebabkan berat cidera yang samadenganseperti
penetrasi pisau, namun tidak seperti pisau, cidera yang disebabkan
olehpenetrasi peluru dapat merusakkan struktur yang berdekatan dengan laluan
peluru.
Ini
karena disebabkan oleh terbentuknya kavitas jaringan dan dengan
menghasilkangelombang syok jaringan yang bisa bertambah luas. Tempat keluar
peluru mempunyadiameter 20-30 kali dari diameter peluru.
1. 2.Trauma tumpul
A. Tidak terjadi
diskontinuitas dinding toraks.
B. Terutama akibat
kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, olahraga, crush atau blastinjuries.
C. Kelainan tersering
akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paru
D. Sekitar <10% yang
memerlukan operasi torakotomi
E. Trauma tumpul lebih
sering didapatkan berbanding trauma tembus,kira-kiralebih dari 90% trauma
thoraks.
Dua
mekanisme yang terjadi pada trauma tumpul:
-
transfer energi secara direk pada dinding dada dan organ thoraks
-
deselerasideferensial, yang dialami oleh organ thoraks ketika terjadinya impak.
Benturan
yangsecara direk yang mengenai dinding torak dapat menyebabkan luka robek dan
kerusakan dari jaringan lunak dan tulang seperti tulang iga. Cedera thoraks
dengantekanan yang kuat dapat menyebabkan peningkatan tekanan intratorakal sehingga
menyebabkan ruptur dari organ organ yang berisi cairan atau gas.
1. VII. KOMPLIKASI
A. Surgical Emfisema
Subcutis
Kerusakan
pada paru dan pleura oleh ujung patahan iga yang tajam memungkinkan keluarnya
udara ke dalam cavitas pleura dari jaringan dinding dada, paru.
Tanda-tanda
khas: penmbengkakan kaki, krepitasi.
1. Cedera Vaskuler
Di
antaranya adalah cedera pada perikardium dapat membuat kantong tertutup
sehingga menyulitkan jantung untuk mengembang dan menampung darah vena yang
kembali. Pembulu vena leher akan mengembung dan denyut nadi cepat serta lemah
yang akhirnya membawa kematian akibat penekanan pada jantung.
1. Pneumothorak
Adanya
udara dalam kavum pleura. Begitu udara masuk ke dalam tapi keluar lagi sehingga
volume pneumothorak meningkat dan mendorong mediastinim menekan paru sisi lain.
1. Pleura Effusion
Adanya
udara, cairan, darah dalam kavum pleura, sama dengan efusi pleura yaitu sesak
nafas pada waktu bergerak atau istirahat tetapi nyeri dada lebih mencolok. Bila
kejadian mendadak maka pasien akan syok.
Akibat
adanya cairan udara dan darah yang berlebihan dalam rongga pleura maka terjadi
tanda – tanda :
-
Dypsnea sewaktu bergerak/ kalau efusinya luas pada waktu istirahatpun bisa
terjadi dypsnea.
-
Sedikit nyeri pada dada ketika bernafas.
-
Gerakan pada sisi yang sakit sedikit berkurang.
-
Dapat terjadi pyrexia (peningkatan suhu badan di atas normal).
1. Plail Chest
Pada
trauma yang hebat dapat terjadi multiple fraktur iga dan bagian tersebut. Pada
saat insprirasi bagian tersebut masuk sedangkan saat ekspirasi keluar, ini
menunjukan adanya paroxicqalmution (gerakan pernafasan yang berlawanan)
1. Hemopneumothorak
Yaitu
penimbunan udara dan darah pada kavum pleura.
1. VIII.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
ü
Radiologi : foto thorax (AP).
ü
Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
ü
Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
ü
Hemoglobin : mungkin menurun.
ü
Pa Co2 kadang-kadang menurun.
ü
Pa O2 normal / menurun.
ü
Saturasi O2 menurun (biasanya).
ü
Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,
1. IX. PENATALAKSANAAN
ü
Konservatif
·
Pemberian analgetik
·
Pemasangan plak/plester
·
Jika perlu antibiotika
·
Fisiotherapy
ü
Operatif/invasif
·
Pamasangan Water Seal Drainage (WSD).
·
Pemasangan alat bantu nafas.
·
Pemasangan drain.
·
Aspirasi (thoracosintesis).
ü
Operasi (bedah thoraxis)
ü
Tindakan untuk menstabilkan dada:
·
Miring pasien pada daerah yang terkena.
·
Gunakan bantal pasien pada dada yang terkena
·
Gunakan ventilasi mekanis dengan tekanan
ekspirai akhir positif, didasarkan pada kriteria sebagai berikut:
1. Gejala contusio paru
2. Syok atau cedera kepala
berat.
3. Fraktur delapan atau
lebih tulang iga.
4. Umur diatas 65 tahun.
5. Riwayat penyakit
paru-paru kronis.
ü
Pasang selang dada dihubungkan dengan WSD, bila tension Pneumothorak mengancam.
ü
Oksigen tambahan.
BAB III
ASKEP TEORITIS
1. 1. PENGKAJIAN
Pengkajian
adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh
(Boedihartono, 1994 : 10).Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (.
Doenges, 1999) meliput :
1. Aktivitas / istirahat
Gejala
: dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat
1. Sirkulasi
Tanda
: Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi apical berpindah,tanda
Homman ; TD : hipotensi/hipertensi ; DVJ
1. Integritas ego
Tanda
: ketakutan atau gelisah
1. Makanan dan cairan
Tanda
: adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
1. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala
: nyeri uni laterl, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajamdan
nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinanmenyebar ke
leher, bahu dan abdomen.Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku
distraksi, mengkerutkanwajah
1. Pernapasan
Gejala
: kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit parukronis,
inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan
;pneumothoraks spontan sebelumnya, PPOM.Tanda : Takipnea peningkatan
kerja napas ; bunyi napas turun atau tak ada ;fremitus menurun ; perkusi dada
hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ;kulit pucat, sian osis,
berkeringat, krepitasi subkutan ; mental
ansietas,bingung, gelisah, pingsan ; penggunaan ventilasi mekanik tekanan
positif
1. keamanan
Geajala
: adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk kkeganasan
1. Penyuluhan /
pembelajaran
Gejala
: riwayat factor risiko keluarga, TBC,
kanker ; adanya bedahintratorakal/biopsy paru
1. II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
A. Ketidakefektifan pola
pernapasan b/d ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.
B. Inefektif bersihan jalan
napas b/d peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri
dan keletihan.
C. Kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.
1. III.INTERVENSI
Intervensi
dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan trauma thorax
(Wilkinson, 2006) meliputi :
·
Diagnosa 1 : Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan
ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma.
Tujuan
: Pola pernapasan efektive.
Kriteria
hasil :
·
Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang
efektive.
·
Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada
paru.
·
Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi
:
1. Berikan posisi yang
nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang
sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
Rasionalnya
: Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada
sisi yang tidak sakit.
1. Obsservasi fungsi
pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda
vital.
Rasionalnya
: Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai
akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock
sehubungan dengan hipoksia.
1. Jelaskan pada klien
bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
Rasionalnya
: Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
1. Jelaskan pada klien
tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
Rasionalnya
: Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap
rencana teraupetik.
1. Pertahankan perilaku
tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih
lambat dan dalam.
Rasionalnya
: Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan
sebagai ketakutan/ansietas.
1. Perhatikan alat bullow
drainase berfungsi baik, cek setiap 1 – 2 jam :
2. Periksa pengontrol
penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.
rasiobalnya : Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan.
rasiobalnya : Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan.
3. Periksa batas cairan
pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.
rasionalnya : Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk ke area pleural.
rasionalnya : Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk ke area pleural.
4. Observasi gelembung
udara botol penempung.
Rasionalnya
: gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari
penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dnegan
ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung dapat
menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu.
1. Posisikan sistem
drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau
menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi
dranase bela perlu.
rasionalnya
b: osisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang
mengubah tekanan negative yang diinginkan.
·
Diagnosa II : Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan
peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan
keletihan.
Tujuan
: Jalan napas lancar/normal
Kriteria
hasil :
·
Menunjukkan batuk yang efektif.
·
Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal.
pernapasan.
·
Klien nyaman.
Intervensi
:
1. Jelaskan klien tentang
kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal.
pernapasan.
Rasionalnya
: Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik.
1. Ajarkan klien tentang
metode yang tepat pengontrolan batuk.
Rasionalnya
: Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif,
menyebabkan frustasi.
·
Diagnosa III : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
trauma mekanik terpasang bullow drainage.
Tujuan
: Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria
Hasil :
·
tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
·
luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
·
Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat
ditoleransi.
Intervensi
:
1. Kaji kulit dan
identifikasi pada tahap perkembangan luka.
rasionalnya : mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
rasionalnya : mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
2. Kaji lokasi, ukuran,
warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
rasionalnya : mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah
rasionalnya : mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah
3. Pantau peningkatan suhu
tubuh.
Rasionalnya
: suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses
peradangan.
1. Berikan perawatan luka
dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan
plester kertas.
Rasionalnya
: tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya
infeksi.
1. Jika pemulihan
tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
Rasionalnya
: agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area
kulit normal lainnya.
1. Setelah debridement,
ganti balutan sesuai kebutuhan.
rasionalnya : balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
rasionalnya : balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
2. Kolaborasi pemberian
antibiotik sesuai indikasi.
Rasionalnya
: antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang
berisiko terjadi infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC :
Jakarta.Boedihartono, 1994. Proses Keperawatan di Rumah
Sakit. EGC : Jakarta.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara : Jakarta
Hudak, C.M. 1999. Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.
Nasrul Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC. Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3. EGC : Jakarta.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara : Jakarta
Hudak, C.M. 1999. Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.
Nasrul Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC. Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3. EGC : Jakarta.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.
0 Response to "Makalah Trauma "
Post a Comment