Makalah Tradisi Keagamaan dan Kebudayaan


BAB I
PENDAHULUAN


A.    LATAR BELAKANG
Era global ditandai oleh proses kehidupan mendunia, kemajuan IPTEK terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi serta terjadinya lintas budaya. Kondisi ini mendukung terciptanya berbagai kemudahan dalam hidup manusia, menjadikan dunia semakin transparan. Pengaruh ini ikut melahirkan pandangan yang serba boleh (permissiveness). Apa yang sebelumnya dianggap sebagai tabu, selanjutnya dapat diterima dan dianggap biasa. Sementara itu, nilai-nilai tradisional mengalami proses perubahan sistem nilai. Bahkan mulai kehilangan pegangan hidup yang bersumber dari tradisi masyarakatnya. Termasuk ke dalamnya sistem nilai yang bersumber dari ajaran agama. Dalam kaitannya dengan jiwa keagamaan, barang kali dampak globalisasi itu dapat dilihat melalui hubungannya dengan perubahan sikap. Menurut teori yang dikemukakan oleh Osgood dan Tannenbaum, perubahan sikap akan terjadi jika terjadi persamaan persepsi pada diri seseorang atau masyarakat terhadap sesuatu.
Secara fenomena, kebudayaan dalam era global mengarah kepada nilai-nilai sekuler yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa keagamaan. Meskipun dalam sisi-sisi tertentu kehidupan tradisi keagamaan tampak meningkat dalam kesemarakannya. Namun dalam kehidupan masyarakat global yang cenderung sekuler barangkali akan ada pengaruhnya terhadap pertumbungan jiwa keagamaannya.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud tradisi keagamaan dan kebudayaan?
2.      Apa yang dimaksud tradisi keagamaan dan sikap keagamaan?
3.      Apa yang dimaksud kebudayaan dalam era global dan pengaruhnya terhadap jiwa keagamaan?

C.     TUJUAN
Mengetahui semua yang ada di rumusan masalah.



BAB II
PEMBAHASAN


A.    Tradisi Keagamaan dan Kebudayaan
Tradisi adalah sebagian unsur dari sistem budaya masyarakat. Tradisi adalah suatu warisan berwujud budaya dari nenek moyang, yang telah menjalani waktu ratusan tahun dan tetap di turuti oleh mereka yang lahir belakangan. Tradisi ini diwariskan oleh nenek moyang untuk diikuti karena dianggap akan memberikan semacam pedoman hidup bagi mereka yang masih hidup. Tradisi itu dinilai sangat baik oleh mereka yang memilikinya, bahkan dianggap tidak dapat diubah atau ditinggalkan oleh mereka. Tradisi itu sebagian mengandung nilai-nilai religi terutama di negara-negara Timur Jauh, seperti Tiongkok, Thailand, Jepang, Filipina, teristimewa di Indonesia.[1]
Secara garis besarnya tradisi sebagai kerangka acuan norma dalam masyarakat di sebut pranata. Pranata sekunder adalah pranata yang dapat dengan mudah diubah struktur dan peranan hubungan antarperanananya maupun norma-norma yang berkaitan dengan itu, dengan perhitungan rasional yang menguntungkan yang dihadapi sehari-hari, pranata sekunder tampaknya bersifat fleksibel, mudah berubah sesuai dengan situasi yang diinginkan oleh pendukungnya. Sebaliknya, menurut Parsudi Suparlan, para sosiolog mengidentifikasikan adanya pranata primer. Pranata primer ini merupakan kerangka acuan norma yang mendasar dan hakiki ke dalam kehidupan manusia itu sendiri. Pranata primer berhubungan dengan kehormatan dan harga diri, jati diri serta kelestarian masyarakatnya. Karena itu, pranata ini tidak dengan mudah dapat berubah begitu saja.
Mengacu kepada penjelasan tersebut, tradisi keagamaan termasuk kedalam pranata primer. Hal ini dikarenakan antara lain menurut Rodaslav A. Tsanof, pranata keagamaan ini mengandung unsur-unsur yang berkaitan dengan ke-Tuhanan atau keyakinan, tindak keagamaan, perasaan-perasaan yang bersifat mistik, penyembahan kepada yang suci (ibadah), dan keyakinan terhadap nilai-nilai yang hakiki. Tradisi keagamaan (bagi agama samawi) bersumber dari norma-norma yang termuat dalam kitab suci.
Dalam suatu masyarakat yang warganya terdiri atas pemeluk agama, maka secara umum pranata keagamaan menjadi salah satu pranata kebudayaan yang ada di masyarakat tersebut. Dalam konteks seperti ini terlihat hubungan antar tradisi keagamaan dengan kebudayaan masyarakat tersebut. Hubungan antara tradisi keagamaan dengan kebudayaan terjalin sebagai hubungan timbal balik. Makin kuat tradisi keagamaan dalam suatu masyarakat akan makin terlihat peran akan makin dominan pengaruhnya dalam kebudayaan. Sebaliknya, makin sekular suatu masyarakat, maka pengaruh tradisi keagamaan dalam kehidupan masyarakat akan kian memudar.[2]
B.     Tradisi Keagamaan dan Sikap Keagamaan
Agama berasal dari kata Sangsekerta. Satu pendapat mengatakan bahwa kata itu tersusun dari dua kata, a = tidak dan gam = pergi, jadi tidak pergi, tetap di tempat, diwarisi turun-temurun. Beragama adalah kecenderungan yang tidak dapat dielakkan manusia. Sekalipun nalar mengalami keterbatasan dalam memahami doktrin-doktrin agama, tetapi manusia dipaksa oleh nalarnya untuk mengakui agama. Persepsi lain tentang agama yang mengatakan bahwa agama berati teks atau kitab suci. Dan agama memang mempunyai kitab-kitab suci. Selanjutnya dikatakan lagi bahwa agama adalah tuntutan dan mengandung ajaran-ajaran yang menjadi pedoman hidup bagi penganutnya.[3]
Tradisi keagamaan sudah merupakan kerangka acuan norma dalam kehidupan dan perilaku masyarakat. Dan tradisi keagamaan sebagai pranata primer dari kebudayaan memang sulit untuk berubah, karena keberadaannya didukung oleh kesadaran bahwa pranata tersebut menyangkut kehormatan, harga diri, dan jati diri masyarakat pendukungnya.
Pada tahap permulaan sekali, ketika agama-agama tersebut datang ke wilayah Nusantara, para pemimpin agama tersebut menyampaikan ajaran-ajaran agama masing-masing kepada penduduk setempat. Selanjutnya, pada tahap kedua masyarakat diarahkan kepada bagaimana melaksanakan ajaran agama masing-masing. Di tahap berikutnya, terciptalah benda-benda keagamaan, baik dalam bentuk bangunan maupun karya-karya para penganut agama masing-masing. Lingkungan kebudayaan yang bersumber dari ajaran agama ini kemudian mempengaruhi sikap keagamaan masyarakat Indonesia hingga sekarang.
Tradisi keagamaan dan sikap keagamaan saling mempengaruhi. Sikap keagamaan mendukung terbentuknya tradisi keagamaan, sedangkan tradisi keagamaan sebagai lingkungan kehidupan turut memberi nilai-nilai, norma-norma pola tingkah laku keagamaan kepada seseorang. Dengan demikian, tradisi keagamaan memberi pengaruh dalam membentuk pengalaman dan kesadaran agama sehingga terbentuk dalam sikap keagamaan pada diri seseorang yang hidup dalam lingkungan tradisi keagamaan tertentu.
Sikap keagamaan yang terbentuk oleh tradisi keagamaan merupakan bagian dari pernyataan jati diri seseorang dalam kaitan dengan agama yang dianutnya. Sikap keagamaan ini akan ikut mempengaruhi cara berpikir, cita rasa, maupun penilaian seseorang terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan agama.[4]


HUBUNGI ADMIN UNTUK LANJUTANNYA : sorsir.123@gmail.com
 FAST  RESPON 
               
ATAU  KLIK LINK DI BAWAH INI UNTUK MENDAPATKAN VERSI FULLNYA ( BAB I-V )
DOWNLOAD  DISINI VIA GOOGLE DRIVE
DOWNLOAD  DISINI VIA MEDIAFIRE

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Makalah Tradisi Keagamaan dan Kebudayaan"

Post a Comment