Makalah Hak dan Kewajiban Istri


BAB I
Pendahuluan

A.      Latar Belakang Masalah
Islam memandang hubungan antara suami dan istri bukan hanya sekedar kebutuhan semata, tetapi lebih dari itu Islam telah telah mengatur dengan jelas bagaimana sebuah hubungan agar harmonis dan tetap berlandaskan pada tujuan hubungan tersebut, yakni hubungan yang dibangun atas dasar cinta kepada Allah Swt. Oleh karena itu untuk mewujudkan keluarga yang diliputi oleh ketenangan, diselimuti cinta kasih dan jalinan yang diberkahi, Islam telah mengajarkan kepada Sang Nabi bagaimana jalinan antara suami dan istri ini bias sejalan, dapat seia dan sekata. Dalam mencapai itu maka harus melaksanakan kewajiban masing-masing, agar pasangan dapat menerima hak nya dengan baik. Bukan hanya suami yang memiliki kewajiban dalam rumah tangga, istri pun memiliki peran dalam mewujudkan rumah tangga yang bagus melalui kewajibannya yang ia laksanakan. Dan istri pun memiliki hak yang harus ia dapat kan dari suaminya. Hak yang didasarkan pada kesadaran bukan sekedar kebutuhan, dan kewajiban yang didasari pada kasih sayang dan bukan hanya menjalankan tugas belaka.


B.       Rumusan Masalah
1.      Apakah hak dan kewajiban itu?
2.      Apa hak seorang istri kepada suaminya?
3.      Apa kewajiban seorang istri kepada suaminya?

C.     Tujuan
1.         Untuk mengetahui apa itu hak dn kewajiban
2.         Untuk mengetahui hak seorang istri kepada suaminya
3.         Untuk mengetahui kewajiban istri kepada suaminya

BAB II
Pembahasan

2.1  Hak dan Kewajiban
Hak adalah kekuasaan seseorang untuk melakukan sesuatu, sedangkan Kewajiban adalah sesuatu yang harus dikerjakan. Membicarakan kewajiban dan hak suami istri,terlebih dahulu kita membicarakan apa yang dimaksud dengan kewajiaban dan apa yang dimaksud dengan hak. Adalah Drs. H. Sidi Nazar Bakry dalam buku karangannya yaitu Kunci Keutuhan Rumah Tangga Yang Sakinah mendefinisikan kewajiban dengan sesuatu yang harus dipenuhi dan dilaksanakan dengan baik.Sedangkan hak adalah sesuatu yang harus diterima.
Lantas, pada pengertian diatas jelas membutuhkan subyek dan obyeknya.Maka disandingkan dengan kata kewajiban dan hak tersebut,dengan kata suami dan istri,memperjelas bahwa kewajiban suami adalah sesuatu yang harus suami laksanakan dan penuhi untuk istrinya.Sedangkan kewajiaban istri adalah sesuatu yang harus istri laksanan dan lakukan untuk suaminya.Begitu juga dengan pengertian hak suami adalah,sesuatu yang harus diterima suami dari isterinya.Sedangkan hak isteri adalah sesuatu yang harus diterima isteri dari suaminya.Dengan demikian kewajiban yang dilakukan oleh suami merupakan upaya untuk memenuhi hak isteri.demikian juga kewajiban yang dilakukan istri merupakan upaya untuk memenuhi hak suami,sebagaiman yang Rosulullah SAW jelasakan :
اﻻ إن ﻟﮝﻢ ﻋﻠﻰ ﻧﺴﺎﺋﮝﻢ ﺣﻗﺎ ﻮﻟﻨﺴﺎﺋﮝﻢﻋﻠﻴﮑﻢ ﺣﻗﺎ
: ‘’ Ketahuilah sesungguhnya kalian mempunyai hak yang harus (wajib) ditunaikan oleh istri kalian,dan kalian pun memiliki hak yang harus (wajib) kalian tunaikan’’.
(Hasan: Shahih ibnu Majah no.1501.Tirmidzi II:315 no:1173 dan ibnu Majah I:594 no:1851)
Begitulah kehidupan berumah tangga, Mebutuhkan timbal balik yang searah dan sejalan. Rasa saling membutuhkan,memenuhi dan melengkapi kekurangan satu dengan yang lainnya tanpa adanya pemenuhan kewajiban dan hak kedunya,maka keharmonisan dan keserasian dalam berumah tangga akan goncang berujung pada percekcokan dan perselisihan.[1]
             Berikut hak yang harus diterima dan kewajiban yang harus dilaksanakan istri kepada suami:        

2.2  Hak-hak Istri
Hak- hak isteri yang menjadi kewajiban suami dapat di bagi menjadi dua, yatu: hak- hak kebendaan, yaitu mahar (maskawin) serta nafkah, dan hak-hak bukan bendaan, misalnya berbuat adil di antara para isteri (dalam perkawanan poligami), tidak berbuat hal-hal yang merugikan isteri dan sebagianya.

1.        Hak-hak kebendaan

a)             Mahar (maskawin)
 وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۖ كِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ ۚ وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَٰلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ ۚ فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا تَرَاضَيْتُمْ بِهِ مِنْ بَعْدِ الْفَرِيضَةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
Artinya: ... dan berikanlah maskawin kepada perempuan-perempuan (yang kamu nikahi ) sebagai pemberian wajib. Apabila mereka dengan senang hati memberikan berbagia maskawin kepadamu. Ambillah dia sebagai makanan sedap lagi baik akibatnya. QS. An-Nisa ayat 24
Dari ayat Al-Qur’an tersebut dapat di peroreh suatu pengertian bahwa maskawin itu adalah harta pemberian wajib dari suami terhadap istri, dan merupakan hak penuh bagi isteri yang tidak boleh diganggu oleh suami, suami hanya di benarkan ikut makan maskawin apabila diberikan oleh isteri dengan sukarela.
b)      Nafkah
Nafkah adalah mencukupkan segala keperluan isteri, meliputi makan, pakaian, tempat tinggal, pembantu rumah tangga, dan pengobatan, meskipun isteri tergolong kaya.
QS. Ath-Thalaq ayat 6 menyatakan tempatkanlah isteri-isteri dimana kamu tinggal menurut kemampuanmu; jangalah kamu menyusahkan isteri-isteri untuk menyempitkan hati mereka. Apabila isteri-isteri yang kamu talak itu dalam keadaan hamil, berikanlah nafkah kepada mereka hingga bersalin….”
Dari ayat di atas dapat di simpulkan pula bahwa nafkah merupakan kewajiban suami dalam membahagiakan isterinya baik lahir maupun batin dengan cara mencukupkan kebutuhan yang dapat memcukupkan segala kekurangannya dengan maksud meringankan beban padanya.
Nafkah merupakan hak seorang istri. ada beberapa syarat-syarat bagi istri agar berhak menerima nafkah dari suaminya diantaranya adalah:
1        Telah terjadi akad yang sah antara suami dan istri.
2        Istri telah sanggup melakukan hubungan sebagai suami istri dengan suaminya.
3        Istri telah terikat atau telah bersedia melaksanakan semua hak-hak suami.
. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 233:
  بِالْمَعْرُوفِوَكِسْوَتُهُنَّرِزْقُهُنَّالْمَوْلُودِلَهُوَعَلَى
Artinya: “dan kewajiban bagi ayah memberikan pakaian dan makanan  kepada ibu dengan cara yang baik”
 Selain nafkah materil, seorang suami juga berkewajiban untuk memberikan nafkah batin terhadap istrinya dalam bentuk interaksi dengan istrinya dengan baik,
sebagimana dikemukakan dalam firman Allah Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 19:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا ۖ وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”
Suami wajib berbuat baik kepada istrinya meskipun bertindak sebagai pemimpin rumah tangga. Serta tidak boleh mencaci maki dimuka umum akan tetapi membimbing istrinya pada saat mendurhakainya.

2.        Hak-hak bukan kebendaan
Hak- hak bukan kebendaan yang wajib ditunaikan suami terhadap isterinya, disimpulkan dalam perintah QS. An-Nisa ayat 19 agar para suami menggaui isterinya dengan makruf dan bersabar terhadap hal-ahal yang tidak disayangi, yang terdapat pada isteri. Menggauli isteri dengan makruf dapat mencakup:
a)         Sikap menghargai, menghormati, dan perlakuan-perlakuan yang baik, serta meningkatkan taraf hidupnaya dalam bidang-bidang agama, akhlak, dan ilmu pengetahuan yang di perlukan.
b)         Melindungi dan menjaga nama baik isteri. Suami berkewajiban melindungi isteri serta menjaga nama baiknya. Hal ini tidak berarti bahwa suami tidak harus menutup-nutupi kesalahan yang memang terdapat pada isteri. Namun, adalah sebuah kewajiban suami agar tidak membeberkan kesalahan-kesalahan isteri kepada orang lain.
c)         Memenuhi kebutuhan kodrat (hajat) biologis isteri. Hajat biologis adalah kodrat pembawaan hidup. Oleh karena itu, suami wajib memperhatikan hak isteri dalam hal ini. Ketentraman dan keserasian hidup perkawinan antara lain ditentukan oleh faktor hajat biologis ini. Kekecewaan yang dialami dalam masalah ini dapat menimbulkan keretakan dalam hidup perkawinan, bahkan tidak jarang terjadi penyelewengan isteri disebabkan adanya perasaan kecewa dalam hal ini. [2]

2.3     Kewajiban Istri
1)        Taat dan patuh kepada suami
2)        Pandai mengambil hati suami melalui makanan dan minuman
3)        Mengatur rumah dengan baik
4)        Dapat menjaga dirinya sendiri dan harta suami
5)        Menghormati keluarga suami
6)        Bersikap sopan, penuh senyum kepada suami
7)        Tidak mempersulit suami dan selalu menolong suami
8)        Tidak mempersulit suami, dan selalu mendorong suami untuk maju
9)        Ridha dan syukur terhadap apa yang diberikan suami
10)    Selalu berhemat dan suka menolong
11)    Selalu berhias besolek untuk atau dihadapan suami
12)    Jangan selalu cemburu buta
Kewajiban taat kepada suami hanyalah dalam hal-hal yang dibenarkan agama, bukan dalam hal kemaksiatan kepada Allah Swt. Diantara ketaatan istri kepada suami adalah tidak keluar rumah, kecuali dengan seizinnya.
Sesuai dengan point 4 diatas terdapat di dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 34 menjelaskan bahwa istri harus bisa menjaga dirinya, baik ketika berada didepan suami maupun tidak, ini merupakan salah satu ciri istri yang salihah. Maksud memilihara diri sendiri dibelakang suami adalah dalam menjaga dirinya ketika suami tidak ada dan tidak berbuat khianat kepadanya, baik  mengenai diri maupun harta bendanya.

       Adapun kewajiban istri kepada suami yang secara garis besar terdapat dalam kompilasi Hukum Islam diatur secara lebih rinci dalam pasal 83 dan 84.
Pasal 83:
1)        kewajiban utama bagi seorang istri adalah berbakti lahir  dan batin kepada suami di dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam.
2)        istri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya.

Pasal 84:
1)    Istri dianggap nusyuz jika ia tidak mau melakukan kewajiban-kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal  83 ayat
2)    Selama isteri dalm nusyuz, kewajiban suami terhadap isterinya tersebut pada pasal 80 ayat (4) huruf a dan b tidak berlaku kecuali hal-hal untuk kepentingan anaknya. Bunyi pada pasal 80 ayat (4) huruf a dan b  (Sesuai dengan penghasilannya suami menanggung:
a)         Nafkah, Kiswah, dan tempat kediaman bagi istri
b)        Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi                 istri dan anak. Tidak berlaku kecuali hal-hal untuk kepentingan anaknya.
3)        Kewajiban suami tersebut pada ayat (2) di atas berlaku kembali sesudah istri tidak nusyuz.
4)        Ketentuan tentang ada atau tidak adanya nusyuz dari istri harus didasarkan bukti yang sah.[3]

Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan. Apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dengan peranan, adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan, keduanya tak dapat dipisah-pisahkan, oleh karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya juga demikian, tak ada peranan tanpa kedudukan atau kedudukan tanpa peranan. Peranan yang melekat pada diri seseorang, harus dibedakan dengan posisi atau tempatnya dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat merupakan unsur yang statis yang menunjukkan tempat individu dalam organisasi masyarakat. Peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses, jadi tepatnya adalah seseorang menduduki suatu posisi atau tempat dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan.
Berikut adalah Peran Istri Bagi Suami:
1.      Berbagi rasa suka dan duka serta memahami panggilan tugas, fungsi dan kedudukan suami, misalnya: sifat kepemimpinan yang keras, dalam operasi tempur dituntut untuk mati mempertahankan bangsa dan negara dsb.
2.      Memposisikan sebagai istri sekaligus ibu, teman, kekasih bagi suami. Suami adalah manusia biasa yang sekali waktu perlu dimanja, butuh kasih sayang, butuh tempat berlindung dan mengadukan atas kesulitan yang dialaminya.
3.      Menjadi teman diskusi seraya memberikan dukungan motivasi, semnagat dan doa bagi suami ketika menghadapi tugas berat dari negara. [4]

Kaum perempuan memiliki kodrat kehidupan yang berupa: kodrat perempuan sebagai ibu, sebagai istri, sebagai individu perempuan, dan sebagai anggota masyarakat. Setiap unsur kodrat yang dimiliki memerlukan tanggung jawab yang berbeda dengan peran dirinya sebagai anggota masyarakat, dan akan berbeda pula dengan peran dirinya sebagai individu. Meskipun demikian masing-masing unsur tersebut tidak boleh saling bertentangan.[5]


BAB III
Penutup

Kesimpulan

Islam mewajibkan seorang suami memenuhi hak istri dan juga kepada istri untuk memenuhi kewajibannya sebagai seorang istri. Hak suami, yang merupakan kewajiban istri, terletak dalam ketaatannya, menghormati keinganannya dan mewujudkan kehidupan yang tenang dan damai sebagaimana yang diinginkan. Dimana hak yang diterima satu pihak adalah kewajiban bagi pihak lain.. Hak dan kewajiban tersebut penting untuk menjatuhkan mereka berdua dari permusuhan sehingga rumah tangga tidak menjadi tumbuh bagai di depan neraka jahim. Hak- hak isteri yang menjadi kewajiban suami dapat di bagi menjadi dua, yatu: hak- hak kebendaan, yaitu mahar (maskawin) serta nafkah, dan hak-hak bukan bendaan, misalnya berbuat adil di antara para isteri (dalam perkawanan poligami), tidak berbuat hal-hal yang merugikan isteri dan sebagianya. Kewajiban taat kepada suami hanyalah dalam hal-hal yang dibenarkan agama, bukan dalam hal kemaksiatan kepada Allah Swt. Diantara ketaatan istri kepada suami adalah tidak keluar rumah, kecuali dengan seizinnya.


Daftar Pustaka


Abdul Rahman, 2003,  Fiqih Munakahat,  Jakarta: PRENADAMDIA GROUP
Azis & Asamaeny, 2006,  Kesetaraan Gender dalam Perspektif Sosial Budaya, Makassar: Yapma
Novi Hendri, 2012, Psikologi dan konseling keluarga, Bandung: Citapustaka Media Perintis
Tihami & Sohari Sahrani, 2017,  Fiqh Munakahat (kajian Fiqh Nikah Lengkap), Jakarta: Rajawali Pers, 2010, cet. ke-2.




[1] Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqh Munakahat (kajian Fiqh Nikah Lengkap).  Jakarta: Rajawali Pers, hlm: 87-88



[2] Ibid, hlm: 89
[3] Abdul Rahman, Fiqih Munakahat,  Jakarta: PRENADAMDIA GROUP, 2003, hlm:  12
[4] Novi Hendri, Psikologi dan konseling keluarga,  Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2012,  hlm: 14
[5]Azis, Asamaeny, Kesetaraan Gender dalam Perspektif Sosial Budaya. (Makassar: Yapma. 2006), hlm. 91.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Makalah Hak dan Kewajiban Istri"

Post a Comment