KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan
kehadirat tuhan yang maha esa karena berkat rahmat dan hidayah-nyalah sehingga ASUHAN
KEPERAWATAN ANAK DENGAN
GANGGUAN “THALASEMIA” kami dapat terselesaikan.
Kami mengucapkan terima kasih
kepada kedua orang tua kami yang telah mendoakan kami dan dosen pembimbing yang
telah membimbing kami dalam penyelesaian asuhan keperawatan kami ini. tak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada teman teman kami yang telah
memberikan waktu, fikiran, dan partisipasinya dalam pembuatan asuhan keperawatan ini.
Kami sadar,makalah kami jauh
dari kesempurnaan karena kami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan
maka dari itu kami meminta kritik dan saran dari para pembaca, guna kesempurnaan makalah kami selanjutnya..
Medan, 20 April 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ........................................................................................ . I
DAFTAR ISI ....................................................................................................... . II
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... . 1
1.1 LATAR
BELAKANG............................................................................ 1
1.2 TUJUAN
.............................................................................................. . 2
BAB II
KONSEP DASAR
..................................................................................` 3
2.1 DEFENISI
............................................................................................. . 3
2.2 ETIOLOGI
............................................................................................ 3
2.3
PATOFISIOLOGI
................................................................................. . 4
2.4 TANDA
DAN GEJALA ....................................................................... . 4
2.5
KOMPLIKASI
...................................................................................... . 4
2.6
PENATALAKSANAAN ....................................................................... 5
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
............................................................. . 7
3.1
PENGKAJIAN
...................................................................................... . 7
3.2 DIAGNOSA
KEPERAWATAN ........................................................... 9
BAB IV
PENUTUP
............................................................................................ . 13
4.1 KESIMPULAN
.................................................................................... . 13
DAFTAR
PUSTAKA.......................................................................................... . 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Saat ini,
penyakit thalassemia merupakan penyakit genetika yang paling banyak di
Indonesia. Frekuensinya terus meningkat dengan penderita sekitar 2000
orang per tahun. Walupun begitu, masyarkat tidak menaruh perhatian yang
cukup besar terhadap penyakit yang sudah menjadi salah satu penyakit genetika
terbanyak ini. Hal ini disebabkan karena gejala awal dari penyakit sangat
umum seperti anemia dan muntah-muntah. Padahal gejala akhir yang ditimbulkan
akan sangat fatal jika tidak ditangani secara akurat, cepat, dan tepat
Di negara maju seperti Italia, misalnya, diagnosa gen
talasemia bukan hal baru. Setiap pasangan yang akan menikah melakukan
pemeriksaan kesehatan untuk mengetahui apakah ia memiliki gen pembawa talasemia.
Apapun hasilnya, setiap pasangan diberi kebebasan untuk memilih apakah tetap
ingin menikah atau tidak. Di Indonesia, menurut Sangkot, belum sampai pada
taraf ini.Belum Ada Obatnya
Sampai hari ini, talasemia merupakan penyakit yang
belum bisa disembuhkan 100 persen. Penyakit ini ditandai dengan anemia atau
kekurangan darah berat akibat kerusakan sel darah merah. Padahal sel darah
merah berfungsi mengalirkan oksigen ke seluruh tubuh. Dengan kekurangan oksigen
maka seluruh organ tubuh tidak bekerja baik. Yang paling fatal tentu saja organ
jantung.
Kondisi macam ini bisa ditanggulangi dengan cara
tranfusi darah. Malangnya, kendati terus melakukan tranfusi ditambah obat-obat
lain, harapan hidup pasien talasemia hanya bisa mencapai 30-40 tahun. Bahkan
tanpa tranfusi, pasien cuma bertahan di bawah 10 tahun pertama dalam hidupnya.
Metode tranfusi sendiri, menurut Iswari, memberi efek negatif kalau
terus-menerus dilakukan dalam jangka panjang. Bahan asing seperti besi yang
seringkali masuk ke dalam tubuh memicu penyumbatan nafas yang mampu berakhir
dengan kematian.
Kendati
orang Indonesia masih awam terhadap talasemia, sering ada anggapan bahwa
penyakit ini hanya diderita oleh kelas menengah ke atas. Itu anggapan yang
salah. ”Penyakit ini tidak membedakan kelas sosial atau jenis kelamin. Yang
membedakan adalah frekuensi penderita pada etnis tertentu,” ungkap Iswari
Di Indonesia jumlah penderita penyakit ini telah
mencapai ribuan tanpa pengobatan optimal. Untuk mengetahui lebih awal apakah
janin yang dikandung mengandung gen talasemia, bisa dilakukan prenatal
diagnosa. Setelah usia 10 minggu, jaringan bakal plasenta diambil untuk
diperiksa direct nucleus acid (DNA)-nya. Pada
usia kehamilan lebih tua pemeriksaan DNA bisa melalui cairan ketuban.
Sampai hari ini, peneliti di Lembaga Eijkman berhasil
menyibak misteri kelainan molekul talasemia beta pada etnis Batak-Sumatera
Utara, Melayu-Sumatera Selatan, Jawa Tengah, juga Toraja, Bugis Makasar dan
Mandar di Sulawesi Selatan. Obsesi mereka adalah mengurai genom manusia seluruh
ras yang ada di Indonesia yang ditujukan bukan hanya untuk pengobatan
talasemia. Gen terapi talasemia sendiri masih dalam tahap perampungan mencapai
hasil optimal.
1.2 TUJUAN
1. Tujuan umum
Dapat memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan
talasemia
2. Tujuan khusus
a. Dapat mengetahui definisi talasemia
b. Dapat mengetahui etiologi talasemia
c. Dapat menjelaskan tanda dan gejalatalasemia
d. Dapat
menjelaskan patofisiologi talasemia
e. Dapat menjelaskan penalalaksanaan
medis pada kasus talasemia
f.
Dapat memberikan asuhan keperawatan
BAB II
KONSEP DASAR
2.1 DEFINISI
Talasemia adalah suatu penyakit kongenital herediter yang
diturunkan secara autosomal, berdasarkan kelainan hemoglobin, yaitu : satu atau
lebih rantai polipeptida hemglobin kurang atau tidak berbentuk, dengan akibat
terjadi anemia hemolitik ( Pedoman Diagnosis dan Terapi : RSUD Dr. Soetomo
Surabaya,1994).
Talasemia secara relatif merupakan anemia yang umum pada
orang keturunan Laut Tengah, terutama mereka dari Italia, Sisilia, Siprus an
Yunani. Talasemia merupakan tipe anemia hemolitik cacat primer pada sintesis
hemoglobin, di mana eritrosit secara abnormal cenderung mengalami hemolisis (
Prinsip Keperawatan Pediatrik Edisi 2,1994).
Talasemia merupakan sindrom kelainan yag diwariskan dan
masuk dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan gangguan
sintesis Hb akibat mutasi didalam ataudekat gen globin.(Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II Edisi V.Aru W. Sudoyo.dkk.2009)
2.2 ETIOLOGI
Adapun
etiologi dari thalasemia adalah faktor genetik (herediter). Thalasemia
merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah
didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100
hari). Penyebab kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal
(hemoglobinopatia ) dan kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan pembentukan
yang disebabkan oleh
Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal)
(Ilmu Kesehatan Anak.2007.FKUI)
2.3 PATOFISIOLOGI
Penyebab
anemia pada thalasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer adalah
berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai
penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena
defisiensi asam folat,bertambahnya volume plasma intravaskuler yang
mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh system
retikuloendotelial dalam limfa dan hati.
Penelitian
biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai
alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Tejadinya hemosiderosis merupakan
hasil kombinasi antara transfusi berulang, peningkatan absorpsi besi dalam usus
karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolisis.
2.4 TANDA DAN GEJALA
Anemia berat dengan limpa besar dan
hepar yang membesar. Pada anak yng besar bisanya disertai keadaan gizi yang
jelek dan mukanya memperlihatakan fasies Mongoloid. Jumlah retikulosit dalam
darah meningkat. Pada hapusan darah tepi akan didapatkan gambaran anisositosis,
hipokromi, poikilositsis. Kadar besi dalam serum meninggi dan daya ikat serum
terhadap besi menjadi rendah dapat mencapai nol. Gambaran Radiologis tulang
akan memperlihatakan medula yng lebar, korteks tipis dan trabekula kasar.
Tulang tengkorak memperlihatkan dploe dan pada anak besar kadag-kadang terlihat
brush appearance. Sering pula ditemukan gangguan pneumatisasi rongga sinus
paranasalis. Pada keadaan lebih lanjut dapat terlihat kelainan tulang,
fraktura, dan warna kulit yang kelabu akibat penimbunan besi (apabila melakukan
tranfusi). Anak dengan kelainan ini biasana meninggal pada umur muda sebelum
dewasa akibat gagal jantung dan infeksi. (Ilmu Kesehatan Anak.2007.FKUI)
2.5 KOMPLIKASI
Akibat anemia yang
berat dan lama menyebabkan hemolis serta sering terjadi gagal jantung.
Transfusi darah yang berulang-ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi
dalam darah sangat tinggi, sehingga ditibun dalam berbagai jaringan tubuh
seperti hepar, limpa, kulit, jantung, dll. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan
fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yng besar mudah ruptur akibat
trauma yang ringan. Kadang-kadang talasemia disertai oleh tanda hipersplenisme
seperti leukopenia dan trombopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi
dan gagal jantung. (Ilmu Kesehatan Anak.2007.FKUI)
Komplikasi Talasemia yang dapat terjadi
antara lain:
·
Hemosiderosis
·
Hipersplenisme
·
Patah tulang
·
Payah Jantung
·
Infark
tulang
·
Nekrosis
·
Hematuria
sering berulang-ulang
(Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak.1994.LAB/UPF.RSUD
Dr.Soetomo Surabaya)
2.6 PENATALAKSANAAN
Hingga sekarang tidak ada obat yang
dapat menyembuhkannya. Namun terdapat cara penanganan yang secara umum untuk
menangani penyakit Talasemia, diantaranya :
I. Medikamentosa
Pemberian
iron chelating agent
(desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin
lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan
melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut
setiap selesai transfusi darah.Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian
kelasi besi, untuk meningkatkan efek kelasi besi. Asam folat 2-5 mg/hari untuk
memenuhi kebutuhan yang meningkat.Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai
antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah merah.
II.
Bedah
Splenektomi, dengan
indikasi:
Limpa
yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan
peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur
Hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau
kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu
tahun.
III.
Suportif
Transfusi darah : Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl
sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang yang
adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat mempertahankan
pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed
red cell), 10
ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl. Ada beberapa cara
transfusi :
A. Low Transfusion : transfusi bila Hb < 6 g/dl.
B. High Transfusion : Hb dipertahankan pada 10 g/dl.
C. Super Transfusion : Hb dipertahankan pada 12 g/dl.
IV. Pencegahan
a. Menjalani penyaringan bagi mereka yang mempunyai
sejarah keluarga menghidap Talasemia.
b.
Nasihat perkawinan dan diagnosis pra kelahiran sangat penting untuk
mencegah lahirnya talasemia mayor. Sedapt mungkin hindari perkawinan antara dua
insan heterozigot, agar tidak terjadi bayi homozigot.
V. Pemantauan
I. Terapi
Pemeriksaanq kadar feritin setiap 1-3 bulan, karena kecenderungan kelebihan besi
sebagai akibat absorbsi besi meningkat dan transfusi darah
berulang.
Efekq samping kelasi besi yang dipantau: demam, sakit perut, sakit kepala,
gatal, sukar bernapas. Bila hal ini terjadi kelasi besi dihentikan.
II.Tumbuh Kembang
Anemia kronis memberikan
dampak pada proses tumbuh kembang, karenanya diperlukan perhatian dan
pemantauan tumbuh kembang penderita.
III. Gangguan
jantung, hepar dan endokrin
Anemia
kronis dan kelebihan zat besi dapat menimbulkan gangguan fungsi jantung (gagal
jantung), hepar (gagal hepar), gangguan endokrin (diabetes melitus, hipoparatiroid)
dan fraktur patologis.
(Pedoman Diagnosis dan
Terapi Ilmu Kesehatan Anak.1994.LAB/UPF.RSUD Dr.Soetomo Surabaya, Ilmu
Kesehatan Anak.2007.FKUI dan www.pediatrik.com)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
a. Identitas
·
Usia : anak 1 S/d 5 tahun
·
Jenis
Kelamin : laki-laki dan perempuan
b. Keadaan Umum
·
Pasien
tampak pucat, lemah, anoreksia dan sesak nafas
c. Riwayat
Penyakit Keluarga
Bahwa thalasemia merupakan penyakit
anemia hemolitik yang diturunkan dari kedua orang tua kepada anak-anaknya
secara resesif.
d. Pemeriksaan
Fisik
Inspeksi :
- Konjungtiva terlihat anemis
- Pertumbuhan gigi yang buruk
- Sinusitis
Auskultasi :
- Sesak nafas
e.
Aktivitas /
Istirahat
Kelesuan, kelelahan, kelemahan, malaise umum, Hilangnya produktivitas, penurunan toleransi latihan, kebutuhan yang lebih besar untuk tidur dan istirahat
Mungkin menunjukkan: Kelesuan, kelemahan parah dan pucat meningkat (krisis aplastik),kiprah gangguan (nyeri, kyphosis, lordosis), ketidakmampuan untuk berjalan (nyeri), dan postur tubuh yang buruk (merosot dari bahu penunjukkan kelelahan)
Kelesuan, kelelahan, kelemahan, malaise umum, Hilangnya produktivitas, penurunan toleransi latihan, kebutuhan yang lebih besar untuk tidur dan istirahat
Mungkin menunjukkan: Kelesuan, kelemahan parah dan pucat meningkat (krisis aplastik),kiprah gangguan (nyeri, kyphosis, lordosis), ketidakmampuan untuk berjalan (nyeri), dan postur tubuh yang buruk (merosot dari bahu penunjukkan kelelahan)
f.
Sirkulasi
Dapat melaporkan: Palpitasi atau nyeri dada angina (penyakit arteri koroner bersamaan [CAD] iskemia / miokard, sindrom dada akut)
Dapat melaporkan: Palpitasi atau nyeri dada angina (penyakit arteri koroner bersamaan [CAD] iskemia / miokard, sindrom dada akut)
g.
Makanan / Cairan
Anorexia, mual / muntah
Mungkin menunjukkan: Tinggi / berat badan biasanya di bawah persentil
Kulit buruk turgor dengan tenting terlihat (krisis, infeksi, dan dehidrasi)
Kulit kering / membran mukosa
Anorexia, mual / muntah
Mungkin menunjukkan: Tinggi / berat badan biasanya di bawah persentil
Kulit buruk turgor dengan tenting terlihat (krisis, infeksi, dan dehidrasi)
Kulit kering / membran mukosa
h. Pemeriksaan
persistem
· Respirasi :
Frekuensi nafas, bunyi nafas.
· Muskuloskeletal
: Tonus otot, pergerakan, kekakuan
· Neurologi :
Tingkat kesadaran, reflek pupil
·
Kardiovaskuler
: Frekuensi, kualitas dan irama denyut jantung, pengisian kapiler, sirkulasi.
· Gastrointestinal
: Bising usus, pola defekasi, distensi
· Perkemihan :
Produksi urine
i.
Pemeriksaan
penunjang
1. Darah
tepi :
Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik,
sel target, anisositosis berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit,
polikromasi.
Retikulosit meningkat.
2. Sumsum
tulang (tidak menentukan diagnosis) :
Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas
terbanyak dari jenis asidofil.
Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru)
meningkat.
j.
Pemeriksaan khusus :
Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur
kadar Hb F.
Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua
pasien thalassemia mayor merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat
(> 3,5% dari Hb total).
k.
Pemeriksaan lain :
Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on
end, korteks menipis, diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada
korteks.
Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan
sumsum tulang sehingga trabekula tampak jelas.
3.2 Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
1)
Perubahan
perfusi jaringan b/d berkurangnya komponen seluler yang penting untuk
menghantar O2/zat nutrisi ke sel (berkurangnya kapasitas darah).
Tujuan : Tidak terjadinya gangguan perfusi jaringan
Kriteria hasil : Menunjukkan perfusi jaringan adequat
dengan ditandai tanda-tanda syok tidak ada, TTV normal, dll.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Monitor TTV
|
-
Adanya
perubahan perfusi jaringan otak dapat menyebabkan terjadinya perubahan
tanda-tanda vital : TD↓, RR↑
|
2. Tinggikan
posisi kepala di tempat tidur sesuai toleransi
|
-
Meningkatnya
ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi paru untuk kebutuhan seluler.
|
3. Awasi
upaya pernafasan, auskultasi bunyi nafas : perhatikan bunyi nafas
adventisius.
4. Selidiki
keluhan nyeri dada, palpitasi.
5. Catat
keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai
dengan indikasi.
6. Ajarkan
untuk menghindari penggunaan bantalan penghangat/botol air panas.
7. Kolaborasikan
untuk pemberian PRC.Awasi ketat untuk komplikasi transfusi.
8. Berikan
oksigen tambahan sesuai indikasi
|
-
Dispnea,
gemericik menunjukkan GJK karena regangan jantung lama/peningkatan kompensasi
curah jantung.
-
Iskemia
seluler mempengaruhi jaringan mio kardal /potensial resiko inflan.
-
Kenyaman
pasien/kebutuhan rasa hangat harus seimbang dengan kebutuhan untuk
menghindari panas berlebiha pencetus vasodilatasi.
-
Termoreseptor
jaringan deral dangkal karena gangguan oksigen.
-Meningkatkan
jumlah sel pembawa oksigen:memperbaiki difisiensi untuk menurunkan resiko
perdarahan.
-Memaksimalkan
transport oksigen ke jaringan.
|
2) Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
kurangnya selera makan.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi tubuh terpenuhi.
Kriteria Hasil : Menunjukkan BB naik, tidak terjadi
malnutrisi.
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Kaji
riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.
|
- Mengidentifikasi defisiensi,
menduga kemungkinan intervensi
|
2
|
Observasi
dan catat masukan makanan Px
|
- Mengawasi masukan kalori atau
kualitas kekurangan konsumsi makanan
|
3
|
Timbang BB
tiap hari
|
- Mengawasi penurunan BB atau
efektifitas intervensi nutrisi
|
4
|
Observasi
dan mencatat kejadian mual / muntah, flatus dan gejala lain yang berhubungan
|
- Gejala GI menunjukkan efek anemia
(Hipoksia) pada organ
|
5
|
Berikan
dan bantu higiene mulut yang baik
|
- Meningkatkan nafsu makan dan
pemasukan oral, menurunkan pertumbuhan bakteri meminimalkan kemungkinan
infeksi
|
6
|
Konsul
pada Ahli Gizi
|
- Membantu dalam membuat rencana diet
untuk memenuhi kebutuhan individual.
|
3) Intoleransi Aktivitasi b/d tidak seimbangnya
kebutuhan pemakaian dan supali oksigen (O2)
Tujuan : Intoleransi terhadap aktivitas akan teratasi
Kriteria hasil : Menujukkan peningkatan toleransi
aktivitas
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Kaji kemampuan Px untuk melakukan tugas
|
- Mempengaruhi pilihan intervensi /
bantuan
|
2
|
Kaji
kehilangan / gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot
|
- Menunjukkan
perubahan hemolegi karena defisiensi Vit B12 mempengaruhi keamanan
Px / resiko cidera
|
3
|
Monitor
TTV
|
- Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan
paru untuk membawa jumlah O2 adekuat ke jaringan
|
4
|
Ubah
posisi Px dengan perlahan dan pantau terhadap pusing
|
-Hipotensi
postural / hipoksio serebral dapat menyebabkan pusing, berdenyut dan
peningkatan resiko cidera
|
5
|
Beri
bantuan dalam ambulasi
|
-Membantu
meningkatkan harga diri ditingkatkan bila pasien melakukan sesuatu sendiri
|
6
|
Mengajukan
Px untuk menghentikan aktivitas bila polipitas nyeri dada, nafas peridek
kelemahan atau pusing terjadi
|
-Regangan
/ stress kardiopulmonal berlebihan / stress dapat menimbulkan dekonsasi /
kegagalan.
|
4) Resiko Tinggi Infeksi b/d transfusi darah
Tujuan : Infeksi teratasi
Kriteria Hasil : Menunjukkan TTV normal, tidak ada
tanda-tanda infeksi
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Tingkatkan cuci tangan yang baik oleh
pemberi-pemberi perawatan dan pasien
|
- Mencegah
kontaminasi silang / kolonisasi bakterial
|
2
|
Observasi
TTV
|
- Adanya
proses informasi / infeksi membutuhkan evaluasi / pengobatan
|
3
|
Kaji semua
sistem (misal : kulit, pernafasan) terhadap tanda / gejala infeksi secara
kontinu
|
- Pengenaian
dini dan interensi segera dapat mencegah progesi pada situasi / sepsis yang lebih
serius.
|
4
|
Kaji
dengan tanda-tanda gejala reaksi pirogenik seperti : demam, mual dan muntah,
sakit kepala.
|
- Tanda dan
gejala menunjukkan adanya infeksi dan membutuhkan intervensi segera.
|
5
|
Periksa
tempat dilakukannya prosedur infasif terhadap tanda-tanda radang
|
- Identifikasi
/ perawatan awal dari infeksi sekunder dapat mencegah terjadinya sepsis.
|
6
|
Pertahankan
teknik aseptik ketat pada prosedur/perawatan luka.
|
- Menurunkan
resiko kolonisasi/infeksi bakteri.
|
7
|
Kolaborasikan
dengan petugas lab untuk pengambilan spesimen
|
- Membedakan
adanya infeksi, mengidentifikasi patogen khusus dan mempengaruhi pilihan
pengobatan.
|
5) Konstipasi atau diare b/d
penurunan pemasukan diet
Tujuan :
membuat kembali pola normal dari fungsi usus
Kriteria hasil : Menunjukkan
perubahan perilaku/pola hidup
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Observasi,warna feses,konsistensi, frekwensi,dan jumlah
|
Membantu mengidentifikasi penyebab/factor pemberat
dan intervensi yan tepat.
|
2
|
Awasi masukan dan haluaran dengan perhatian khusus pada makanan/cairan
|
Dapat
mengidentifikasi dehidrasi,kehilangan
berlebihan/alat dalam mengidentifikasi defisiensi diet.
|
3
|
Dorong asupan cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi jantung.
|
Membantu dalam memperbaiki
konsistensi feses bila konstipasi.
|
4
5
|
Hindari makanan yang membentuk gas
Konsul dengan ahli gizi untuk memberikan diet seimbang dengan tinggi
serat
|
Menurunkan distress gastric dan distensi abdomen.
Serat
menahan enzim pencernaan dan mengabsorpsi air dalam alirannya sepanjang
traktus intestinal.
|
6
|
Berikan pelembek fese,stimulan ringan
|
Mempermudah defekasi bila konstipasi terjadi.
|
7
|
Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian obat antidiare (metamucil)
|
Menurunkan motilitas usus bila terjadi diare.
|
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dengan
kata lain thalasemia merupakan
penyakit anemia hemolitik, dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam
pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 120 hari)
penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat dari
gangguan dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb
Secara
klinis thalasemia dibagi menjadi dua golongan yaitu :
1.
Talasemia minor
Talasemia
minor merujuk kepada mereka yang mempunyai kecacatan gen talasemia tetapi tidak
menunjukkan tanda-tanda talasemia atau pembawa.
2.
Talasemia major
Talasemia
major merujuk kepada mereka yang mempunyai baka talasemia sepenuhnya dan
menunjukkan tanda-tanda talasemia.
DAFTAR PUSTAKA
At All.Pedoman Diagnosis dan Terapi LAB/UPF Ilmu
Kesehatan Anak.1994.Surabaya:RSUD Dr. Soetomo.
Doenges, Marilynn E.Rencana Asuhan Keperawatan.2000.Jakarta:EGC.
Doenges, Marilynn E et al ; 1999 ;
Rencana Asuhan Keperawatan; Edisi 3 ; Jakarta
http://adeirmaners.blogspot.com/2010/06/askep-thalassemia-pada-anak.html
Dorland.1998.Kamus Saku Kedokteran. Jakarta : EGC.
FKUI.1985. Ilmu
Kesehatan Anak buku I. Jakarta : FKUI.
Koolman jan.
2001, Biokimia. Jakarta: Hipotekrates.
Price, Sylvia A. Dan Lorraine
M. Wilson.1995.Patofisiologi.Jakarta:EGC.
Sudoyo, Aru W.dkk.Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.Jakarta
Pusat:Internal Publishing.
Sachrim, Rosa M.1994.PrinsipKeperawatan Pediatrik Edisi 2.Jakarta:EGC.
T. Heather
H.2011.Nanda Internasional Diagnosa
Keperawatan 2009-2011. Jakarta:EGC.
Wilkinson, Judith M.dkk.2007.Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Jakarta.
0 Response to "ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN GANGGUAN “THALASEMIA”"
Post a Comment