MAKALAH  PERAN KUA DALAM BIMBINGAN MENASIK HAJI 



 KATA PENGANTAR

 

Bismillahirrahmanirrahim..

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat kami selesaikan tepat pada waktunya. Shalawat dan salam kita hadiahkan untuk Baginda Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan kita semua sebagai umat yang taat dan turut terhadap ajaran yang dibawanya.

Makalah yang berjudul “Bimbingan Untuk Calon Jamaah Haji Agar Tercapainya Haji yang Mabrur” disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Perencanaan Evaluasi Program Konseling. Di dalam makalah ini, akan diuraikan tentang pengertian haji mabrur, dasar hukum haji, syarat ibadah haji, keutamaan haji mabrur, upaya meraih haji mabrur dan peran KUA dalam bimbingan manasik haji.

Kami menyadari berbagai kelemahan, kekurangan, dan keterbatasan yang ada, sehingga tetap terbuka kemungkinan terjadinya kekeliruan dan kekurangan dalam penulisan dan penyajian materi makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari Bapak  Dika Syahputra, M. Pd selaku dosen pengampu kami, agar kami dapat memperbaiki dan menyempurnakan penyajian makalah kami dalam tugas selanjutnya.

Akhirnya, kepada Allah jualah kami menyerahkan diri serta memohon taufik dan hidayah-Nya, semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua, Amin.

 

                                                                                                                        Medan, 14 November 2019

  

                                       Pemakalah

 

DAFTAR ISI

 

Kata Pengantar.........................................................................................i

Daftar Isi...................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang Masalah.................................................................3
  2. Rumusan Masalah...........................................................................4
  3. Tujuan.............................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

  1. Pengertian Haji Mabrur…..............................................................5
  2. Dasar Hukum Haji……………......................................................6
  3. Syarat Ibadah Haji……... ..............................................................6
  4. Keutamaan Haji Mabrur.................................................................7
  5. Upaya Meraih Haji Mabrur……………………………………....8
  6. Peran KUA Dalam Bimbingan Manasik Haji…………………….9

BAB III PENUTUP

A.    Kesimpulan...................................................................................12

B.     Saran.............................................................................................12

DAFTAR ISI................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    LATAR BELAKANG MASALAH

Melaksanakan ibadah haji merupakan salah satu dari rukun Islam. Seperti yang terdapat pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim bahwa: “Islam itu dibangun atas lima dasar, yaitu: 1)Bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu utusan Allah, 2)Menegakkan sholat, 3) Menunaikan zakat, 4) Puasa Ramadhan, 5)Pergi Haji ke Baitullah” .

Dalam setiap perbuatan dalam ibadah haji sebenarnya mengandung rahasia, contoh seperti ihrom sebagai upacara pertama maksudnya adalah bahwa manusia harus melepaskan diri dari hawa nafsu dan hanya menghadap diri kepada Allah Yang Maha Agung. Ibadah haji juga merupakan pernyataan umat islam seluruh dunia menjadi umat yang satu karena memiliki persamaan atau satu akidah. Dengan melaksanakan ibadah haji maka dapat membangun persatuan dan kesatuan umat Islam sedunia.

Kantor Urusan Agama (KUA) bukan hanya menangani urusan pernikahan namun juga menangani urusan bimbingan manasik haji, bimbingan zakat dan wakaf, bimbingan keluarga sakinah, bimbingan kemasjidan dan lain sebagainya.

 

B.     RUMUSAN MASALAH

  1. Apakah pengertian dari haji mabrur ?
  2. Apakah dasar hukum dari ibadah haji ?
  3. Apa sajakah syarat-syarat ibadah haji ?
  4. Apa sajakah keutamaan dari haji mabrur ?
  5. Bagaimanakah upaya dalam meraih haji yang mabrur ?
  6. Bagaimanakah peran KUA dalam bimbingan manasik calon jamaah haji ?

 

C.    TUJUAN

  1. Untuk mengetahui pengertian dari haji mabrur
  2. Untuk mengetahui dasar hukum dari ibadah haji
  3. Untuk mengetahui syarat-syarat ibadah haji
  4. Untuk mengetahui keutamaan dari haji mabrur
  5. Untuk mengetahui bagaimana upaya dalam meraih haji yang mabrur
  6. Untuk mengetahui bagaimana peran KUA dalam bimbingan manasik calon jamaah haji

 

 BAB  II

  PEMBAHASAN

 

      A. Pengertian Haji Mabrur

Kata “mabrur” berasal dari bahasa Arab yang artinya mendapatkan kebaikan atau menjadi lebih baik. Kalau kita lihat akar katanya, kata “mabrur” berasal dari kata “barra”, berbuat baik atau patuh. Dari kata barra ini kita bisa mendapatkan kata “birr-un, al-birr-u’”, yang artinya kebaikan. Jadi al-hajj al mabrur artinya haji yang mendapatkan birr-un, kebaikan. Dan sering juga kita arikan sebagai ibadah haji yang diterima Allah SWT.[1]

Kata mabrur berarti maqbul (diterima). Dari ungkapan dua suku kata haji mabrur atau al hajjul mabrur secara bebas dapat diartikan sebagai ibadah haji yang diterima Allah SWT. Berdasarkan pengertian tersebut, ibadah haji dapat dikatakan hanya ada dua macam, yaitu haji makbul (haji yang diterima) dan haji mardud (haji yang ditolak). Haji yang diterima ini diberi batasan sebagai ibadah haji yang tidak dicampuri dengan dosa, sunyi dari riya dan tidak nodai dengan rofas, fusuq, dan jidal. Sedangkan haji mardud dibatasi oleh ciri-ciri bercampurnya dosa dan keharaman, sebagaimana Rasulullah SAW menjelaskan penolakan Allah kepada orang-orang yang datang berhaji dengan bekal haram:

لاَ لَبَّيَكَ وَلَا شَرِيْكَ عَلَيْكَ وَطَعَامَ حَرَامٌ وَلِبَاسُكَ حَرَامٌ وَحَجُّكَ مَرْدُوْدٌ (رواهالبخاري ومسلم عن   جابر)

 

Artinya: “tidak ada talbiyah bagimu dan tidak ada pula keburuntungan atasmu karena makananmu haram, pakaianmu haram dan hajimu ditolak”. (HR. Bukhari dan Muslim Jabir).[2]

      B. Dasar Hukum Haji

Para ulama telah sepakat melaksanakan ibadah haji itu wajib hukumnya bagi setiap umat Islam yang mampu.[3] Ibadah haji termasuk rukun Islam yang diwajibkan sekali seumur hidup berdasarkan firman Allah SWT sebagai berikut:[4]

ولِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

Artinya: “……… mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.

 

     C. Syarat Ibadah Haji

Syarat wajib haji adalah sifat-sifat yang harus di penuhi oleh seseorang sehingga dia diwajibkan untuk melaksnakan haji, dan barang siapa yang tidak memenuhi salah satu dari syarat-syarat tersebut, maka ia belum wajib untuk menunaikan haji.

Kewajiban haji ini dibebankan atas orang yang telah memenuhi beberapa persyaratan, yaitu :

1. Islam, seperti ibadah lainnya, haji tidak wajib dan tidak sah dilakukan oleh orang kafir                  2. Balig

3.Berakal

4              4.Merdeka, sebab tuan seorang budak berhak atas manfaat dirinya, dan membebankan kewajiban             haji atas budak dapat merugikan kepentingan tuannya.

5.             5.Mampu. Allah SWT menyatakan bahwa haji itu adalah bagi mereka yang mampu. Para ulama               menafsirkan kemampuan itu dengan:

a.       Tersedianya bekal untuk perjalanan pergi dan kembali selama berada di tanah suci

b.      Tersedianya kendaraan, baik dengan memiliki atau dengan menyewa, dengan harga atau sewa yang pantas (kendaaraan disyaratkan bagi mereka yang tempat tinggalnya jauh).

c.       Aman perjalanan, artinya tidak ada ancaman yang berarti terhadap jiwa, kehormatan, dan hartanya.

d.      Memungkinkan melakukan perjalanan. Artinya seseorang mendapatkan biaya masih tersedia cukup waktu untuk melakukan perjalanan haji.[6]

Adapun “mampu”  hanyaa merupakan syarat wajib haji. Apabila seorang yang tidak “mampu” berusaha keras dan menghadapi berbagai kesulitan hingga dapat menunaikan haji, maka haji nya dianggap sah dan mencukupi.

 

       D. Keutamaan Haji Mabrur

Ibadah haji yang mabrur menjadi dambaan setiap kaum muslimin, karena banyaknya keutamaan yang terhimpun didalamnya. Diantara keutamaan-keutamaan tersebut adalah :

1.      Orang yang berhaji diampuni dosanya dan dosa orang-orang yang dimintakan ampunan.

2.      Orang yang melaksanakan ibadah haji digolongkan sebagai orang yang berjihad di jalan Allah.

3.      Orang yang melaksanakan haji merupakan duta.

4.      Biaya/ongkos dalam keperluan berhaji menyerupai biaya jihad fi sabilillah

5.      Orang yang berhaji dapat memberikan syafaat

6.      Orang yang sedang berhaji dibanggakan oleh Allah kepada malaikatNya

7.      Haji mabrur itu tidak akan mendapatkan balasan kecuali pahala surga[7]

 

E    E. Upaya Meraih Haji Mabrur

Pelestarian kemabruran haji membutuhkan upaya-upaya yang sebenarnya menjadi inti/hikmah dari beberapa amaliyah dalam ibadah haji, yang harus disosialisasikan diluar haji dan senantiasa diamalkan dalam kehidupan, antara lain :

       1.Pengambilan/penentuan sikap untuk berbuat sesuai aturan, sebagai realisasi pengambilan Midat Ihram, sehingga seorang muslim senantiasa dituntut untuk selalu bermidat dalam satu hal yang akan dikerjakannya untuk berbuat sesuai dengan aturan

2        2.  Menjaga/mengontrol diri dengan aturan dan ketentuan yang mengikatnya

         3. Senantiasa lebih mendahulukan/mementingkan panggilan Allah dan tidak membaurkannya dengan niat, pikiran dan tujuan lain.

        4. Memperjuangkan syiar-syiar Allah, sehingga Islam menjadi agama yang benar-benar dapat dihayati merupakan realisasi kepatuhan dan kekhusyuannya dalam pelaksanaan ibadah Tawaf

      5. Introspeksi diri dalam setiap saat, apakah dan bagaimanakah ia semestinya bersikap dan berbuat, merupakan realisasi dari makna Wuquf di Arafah

    6.Menghindari seluruh aktivitas yang dapat berdampak negatif dalam lingkungan kehidupan, merupakan realisasi untuk tidak berburu binatang buruan memotong pepohonan dan menyakiti hati orang lain.

       7. Berjiwa toleransi dan saling menghormati sesama, merupakan realisasi dari makna larangan yang tertera dalam Al-Qur’an bagi mereka yang sedang menunaikan ibadah haji

      8.Cinta kedamaian, berjiwa sosial dan tolong menolong merupakan realisasi dari makna berjamaah dalam rangkaian semua ibadah 

       9. Kesiapan memberikan kesempatan orang lain mendapatkan kemuliaan, digambarkan dalam kesiapan mengalah untuk cukup melambaikan tangan kea rah hajar aswad, apabila dalam keadaan sulit untuk menyentuhnya[8]

        F. Peran KUA Dalam Bimbingan Manasik Haji

Penyelenggaraan bimbingan manasik haji merupakan bagian dari pembinaan, pelayanan, dan perlindungan terhadap Jemaah haji yang menjadi salah satu tugas pemerintah sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2009 tentang penyelenggaraan ibadah haji.

Setiap jemaah mendambakan hajinya akan menjadi haji sempurna dan mabrur. Agar mampu beribadah haji dengan sebaik-baiknya dan menjadi haji yang mabrur, disamping harus ikhlas dalam menjalaninya juga dituntut untuk memiliki kecukupan ilmu seputar bagaimana menjalankan ibadah haji sesuai dengan tuntunan nabi Muhammad SAW. Untuk memberikan pelayanan menuju ke arah ketercapaian haji mabrur sebagaimana yang menjadi dambaan dan cita-cita jamaah calon haji, kementerian Agama senantiasa menyampaikan informasi seputar haji kepada masyarakat yang telah mendapatkan porsi haji, dengan lebih diarahkan pada pembentukan kualitas jemaah haji mandiri, oleh karenanya, dalam hal ini peran KUA Kecamatan sebagai perpanjangan tangan Kantor Kementerian Agama Kabupaten atau Kota yang langsung berhubungan dengan masyarakat memiliki tugas dalam pemberian penyuluhan dan pembinaan haji.

Peran KUA Kecamatan sendiri dalam hal ini merupakan pola strategis yang sesuai dengan tuntutan dan dinamika yang diharapkan dewasa ini. KUA bersentuhan langsung dengan masyarakat dan sebagai wadah penyampaian informasi dan bimbingan jamaah haji. Bimbingan manasik haji yang diselenggarakan oleh KUA merupakan bekal awal calon jamaah haji.

Adapun upaya KUA dalam pembentukan kualitas jemaah haji mandiri adalah sebagai berikut :

a     a. Mendata calon jemaah haji yang terdaftar pada kantor Kementrian Agama dan telah mendapatkan porsi kuota keberangkatan tahun berjalan serta telah melakukan pelunasan BPIH dan berdomisili di wilayah Kantor Urusan Agama yang bersangkutan.

b.    b. Memberikan penasihatan, penerangan dan tuntunan pada calon jemaah haji dan masyarakat umum dengan memberi stimulus agar semakin dikuatkan dorongan untuk melaksanakan ibadah haji ke tanah suci, baik melalui acara penasihat walimatusafar bagi yang menyelenggarakan, wawancara dan dialog umum, wawancara dan dialog khusus, dan melakukan kunjungan rumah (home-visit).

c    c. Mengadakan persiapan bimbingan manasik haji bagi calon jemaah haji yang terdapat pada kantor Kementrian Agama dan telah mendapatkan porsi kuota keberangkatan tahun berjalan serta telah melakukan pelunasan BPIH yang berdomisili di kedudukan KUA yang bersangkutan.

d    d. Mempersiapkan narasumber profesional yang memiliki kompetensi dalam bidang manasik haji.

    e. Mengkoordinasikan kegiatan bimbingan manasik haji kelompok di kecamatan dengan pihak-pihak terkait, seperti dinas kesehatan terkait dengan istithoah kesehatan haji.

f   f. Menyelenggarakan bimbingan manasik haji kelompok wilayah kecamatan sebanyak 7 (tujuh) kali pertemuan atau setara dengan 28 jam bagi jemaah haji yang terdaftar pada Kantor Kementrian Agama dan telah mendapatkan porsi kuota keberangkatan tahun berjalan serta telah melakukan pelunasan BPIH dan berdomisili di wilayah Kantor Urusan Agama yang bersangkutan, dan masyarakat umum bagi yang berkehendak.

Beberapa usaha serta apa yang dilakukan pihak KUA tersebut sesuain dengan amanat UUD Nomor 13 tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji dan umroh, dan keputusan Menteri Agama RI Nomor 398 tahun 2003 tentang penyelenggaraan ibadah haji dan umroh beserta keputusaan Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji No. D/377 tahun 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Ibadah Haji dan Umroh sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggara Haji dan Umroh dan surat edaran Dirjen Penyenggara Haji dan Umroh No. Dj. VII.2/a/Hj.01/1472/2014 tentang Pelaksanaan Bimbingan Calon Haji tahun 1435 H/2014 M.

Dari beberapa peran dan upaya yang dilakukan KUA, ada kontribusi khusus dan terus dilakukan sampai saat ini yaitu upaya dalam membentuk jemaah haji mandiri serta terus menjaga kemabruran haji yaitu :

a.       Program Pra Haji dengan melakukan atau mengadakan penataran yang lebih dikenal dengan istilah Bimsik (bimbingan manasik) atau penasihatan dan simulasi manasik haji bagi calon jemaah haji sebanyak 7 (tujuh) kali dan jika diperlukan pertemuan menjadi 11 (sebelas) kali pertemuan melalui kerja sama dengan Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia.

b.      Program Pasca Haji dengan bekerja sama dengan Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) dengan melakukan penasihatan, kepada jemaah haji dalam bentuk pemeliharaan kemabruran haji, melalui peningkatan kualitas peribadatan yang sifatnya madhoh (peribadatan privasi antara seseorang dengan Tuhannya) terlebih juga memelihara dan meningkatkan kualitas dan kwantitas peribadatan yang sifatnya ghair mahdhoh (antar sesama) serta memberikan stimulus agar senantiasa menjaga etika.


 BAB III

PENUTUP


A. Kesimpulan

Haji mabrur adalah ibadah haji yang diterima Allah SWT. Berdasarkan pengertian tersebut, ibadah haji dapat dikatakan hanya ada dua macam, yaitu haji makbul (haji yang diterima) dan haji mardud (haji yang ditolak). Para ulama telah sepakat melaksanakan ibadah haji itu wajib hukumnya bagi setiap umat Islam yang mampu. Ibadah haji termasuk rukun Islam yang diwajibkan sekali seumur hidup. Syarat wajib haji adalah islam, baligh, merdeka, berakal, dan mampu. Kemudian terdapat juga beberapa keutamaan haji mabrur dan bagaimana upaya mendapatkan haji mabrur.

Adapun peran KUA dalam pelaksaan ibadah haji adalah sebagai perpanjang tangan dari Kementerian Agama, penyampai informasi, serta KUA juga akan melaksanakan pembinaan kepada calon jamaah haji yang disebut bimbingan manasik haji.

 

      B. Saran

Semoga makalah ini dapat bermanfaat serta menambah wawasan para pembaca serta pemakalah lainnya.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Madjid, Nurcholish. 1997. Perjalanan Religius Umrah dan Haji. Jakarta: Paramadina

 

Departemen Agama Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh, Panduan Pelestarian Haji Mabrur, Jakarta.

 

Nursyamsuddin. 2012. Fiqih. Jakarta: Kasubditlembagadiktiss

 

Nasution,Lahmuddin. 1999.  Fiqih Ibadah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu

 

Ahmad Syamsir. Peran KUA Dalam Optimalisasi Pelayanan Bimbingan Manasik Haji. Jurnal Ilmu Sosial. 1(2). 159-166



[1]Nurcholish Madjid, Perjalanan Religius Umrah dan Haji, (Paramadina:Jakarta, 1997), hlm.65

[2]Departemen Agama Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh, Panduan Pelestarian Haji Mabrur, Jakarta.

[3]Nursyamsuddin, Fiqih, (Kasubditlembagadiktiss: Jakarta, 2012), hlm.192

[4]Lahmuddin Nasution, Fiqih Ibadah, (Logos Wacana Ilmu: Jakarta, 1999), hlm. 208

[5]Nursyamsuddin, hlm194

[6]Lahmuddin Nasution, hlm.210-211

[7]Departemen Agama, hlm.29-38

[8]Ibid, hlm.39-44

[9]Ahmad Syamsir, Peran KUA Dalam Optimalisasi Pelayanan Bimbingan Manasik Haji, Vol.1 No. 2, hlm.159-166

 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to " "

Post a Comment