Assalamu'alaikum. Wr. Wb
Segala puji dan
syukur bagi Allah swt., atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyusun hasil makalah kami ini, meskipun kami akui masih jauh dari kata
sempurna. Shalawat dan salam, semoga Allah hadiahkan kepada Nabi Muhammad
Shalallahu ‘alaihi wa salam sebagai pembawa syariat Islam untuk
diimani,dipelajari, dan dihayati serta di amalkan oleh manusia dalam kehidupan
sehari-hari.
Maksud kami
menyusun tugas ini dalam rangka menyelesaikan tugas yang diemban mata kuliah Supervisi
Pendidikankepada kami, dengan segenap Ridho Allah kami berusaha
menyelesaikannya. Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada Ahmad Mukhlasin,
M.Pd. selaku Dosen pada mata kuliah Supervisi Pendidikan.
Dalam
penyusunan tugas ini, kami berusaha untuk memaparkannya secara sederhana,
praktis, dan sistematis agar mudah dipahami oleh teman-teman mahasiswa.Mudah-mudahan
hasil tugas yang kamipaparkan dapat dimengerti sehingga proses pembelajaran
kita tidak terhambat karena ketidak pahaman.
Karena kami tak
luput dari keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam hasil makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengaharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk kami perbaiki dikemudian
hari.
Medan, 11
November 2019
Penyusun
Kata Pengantar................................................................................................ i
Daftar Isi........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
A.
Latar Belakang.................................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah.............................................................................. 1
C.
Tujuan Penulisan................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................. 2
A.
Perkembangan
Supervisi Pendidikan................................................. 2
B.
Kendala Dalam Supervisi Pendidikan...........................................................
C.
Solusi dalam masalah perkembangann supervise
Pendidikan..............
BAB III PENUTUP.........................................................................................
A.
Kesimpulan...........................................................................................
B.
Saran ....................................................................................................
Daftar Pustaka .................................................................................................
Supervisi
pendidikan dapat
didefinisikan secara
etimologis,
supervisi berasal dari
bahasa
Inggris supervision. Super berarti
di atas, sedangkan
vision berarti
penglihatan/melihat. Dan jika
diartikan secara bebas, maka supervision dapat pula dimaknai sebagai melihat dari atas.
Supervisi
adalah strategi manajemen yang terdiri atas serangkaian kegiatan untuk
memastikan bahwa mutu yang diharapkan dalam proses perencanaan, pelaksanaan
kegiatan, dan evaluasi memenuhi standar yang telah ditentukan.
Praktek
supervisi selalu berubah seiring dengan tumbuhnya kesadaran para pemangku
kepentingan untuk meningkatkan penjaminan mutu. Kesadaran akan pentingnya
meningkatkan mutu terkait pada peran, fungsi, dan pembagian tugas dalam
organisasi. Pelaksanaannya selalu terkait pada konsistensi lembaga, kegiatan
akademik, profesionalisme, dan kesungguhan penyelenggara pendidikan akan
pentingnya memastikan bahwa mutu yang diharapkan dapat terus terjaga sejak
langkah perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauannya
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan
masalah yang dapat disimpulkan dari latar belakang diatas yaitu sebagai
berikut:
1.
Bagaimana
Perkembangan Supervisi Pendidikan ?
2.
Bagaimana
Kendala Dalam Supervisi Pendidikan?
3. Bagaimana Solusi Dalam Masalah Perkembangan Supervise
Pendidikan?
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini diantaranya yaitu:
1.
Untuk
Memahami Bagaimana Perkembangan Supervisi Pendidikan.
2.
Untuk
Memahami Bagaimana Kendala Serta Solusinya.
3.
Untuk Memahami Solusi Dalam Masalah Perkembangan Supervise
Pendidikan.
A.
Perkembangan
Supervisi Pendidikan
Supervisi pada awalnya merupakan bagian dari aktivitas manajemen
pemerikasaan atau inspeksi oleh pihak eksternal. Kepala sekolah harus
menunjukkan bukti kinerja pelaksanaan tugasnya. Pendidik harus menunjukkan
bagaimana membelajarkan siswa, menerapkan kurikulum, dan menyerap pelajaran.
Pada decade ini tema memeriksa tertanam kuat dalam praktek supervisi.
Pada dekade awal abad kedua puluh, seiring dengan gerakan dalam
bidang industri yang menerapkan model manajemen, supervisi semakin berrkembang
dengan semakin berpusat pada siswa. Hal ini dipengaruhi oleh berkembangnya
teori-teori kurikulum yang berkembang di Eropa seperti Friedrich Froebel, Johan
Pestalozzi, Johan Herbart, serta filsuf Amerika terkemuka John Dewey.
Pekembangan ini jelas sangat berpengaruh terhadap perkembangan sekolah.
Perkembangan lebih jauh dengan berkembangnya berbagai penelitian
dalam bidang pendidikan, pengawasan sering terjebak pada kegiatan mengevaluasi
guru secara ilmiah yang simultan dengan mengembangkan model pembelajaran yang
mekanistis , mengulang, dan meningkatkan partisipasi untuk lebih meningkatkan
ragam tanggapan siswa yang tumbuh dari rasa ingin tahu. Perkembangan ini telah
menyebabkan meningkatnya standar persyaratan sistem pembelajaran. Pendekatan
supervisi yang ilmiah telah memunculkan ketegangan psikologis guru yang
cendrung lebih memperhatikan aspek pragmatis.[1]
Paradigma mekanistik dibangun berdasarkan paradigma lingkungan yang
berfokus pada empat komponen dasar, yaitu hubungan antara sistem alam dan
sosial, mengintegrasikan nilai kemanusian dengan alam, menggunakan teknologi
dalam mengembangkan alternatif, dan mengembangkan kegiatan pembelajaran dalam
siklus kehidupan manusia.
Sampai kini ketegangan antara pengawas dengan pendidik akibat dari
pengawasan yang menggunakan pendekatan ilmiah tidak pernah pudar. Oleh karena
itu berkembanglah pemikiran lanjut untuk mengembangkan supervisi dengan
pendekatan yang lebih fleksibel, dialogis, kolaboratif, melibatkan hati secara
alamiah, dan lebih komunikatif. Supervisi menjadi bagian dari usaha
meningkatkan mutu penerapan kewenangan profesional.
Perkembangan selanjutnya adalah berkembangnya konsep supervisi
klinis. Awalnya konsep itu dikembangkan oleh profesor Harvard Morris Cogan dan
Robert Anderson serta mahasiswa pascasarjana mereka. Supervisi dan supervisi
klinis mengintegrasikan unsur objektif dan ilmiah melalui pengamatan kelas yang
bersifat kolegial, menekankan pada aspek pembinaan, serta didasari dengan
perencanaan rasional, pelaksanaan yang fleksibel dengan pendekatan utama
membantu memecahkan masalah yang terdapat pada pembelajaran siswa.
Tahun 1969 Robert Goldhammer mengusulkan pelaksanaan supervisi
klinis dalam lima tahap, yaitu: (1) Pertemuan pra-observasi antara pendidik dan
pengawas untuk menyepakati komponen-komponen kegiatan yang akan menjadi materi
analisis; (2) observasi kelas; (3) catatan analisis supervisor untuk bahan
kajian dari hasil observasi; (4) pertemuan pendidik dengan supervisor pasca
observasi; dan (5) pertemuan para pengawas untuk membahas hasil pertemuan akhir
dengan para pendidik.
Di samping itu, Cogan menegaskan bahwa pelaksanaan supervisi
hendaknya berlangsung dalam hubungan kolegial, terfokus pada kepentingan guru
dalam meningkatkan standar pembelajaran siswa, dan dengan sistem pengamatan
yang tidak menghakimi.[2]
Pada era tahun 1970-1980-an, sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, kurikulum berubah pandang dengan lebih menekankan pada struktur
disiplin akademik. Tak lama setelah itu, perspektif baru yang berhasil
dirumuskan dari produk penelitian dalam konteks pengembangan sekolah efektif
dan kelas efektif, dan belajar efektif. Pada periode ini ini tercatat nama
Madeline Hunter yang berhasil mengadaptasi hasil penelitiannya pada bidang
psikologi belajar dengan memperkenalkan, quasi-ilmiah atau dikenal juga dengna
istilah analisis konsteks. Quasi-eksperimen selanjutnya menjadi sangat populer
dan berkembang menjadi metode penelitian dalam ilmu sosial.
Para akademisi selanjutnya mengikuti siklus sebagaimana Cogan dan
Goldhamer rumuskan yaitu proses supervisi dilakukan secara dialogis dan
replektif. Pendekatan supervisi ini kemudian banyak diterapkan. Lebih jauh pendekatan
ini telah menjadi pemicu muncul model supervisi teman sejawat dengan
difasilitasi hubungan kolegial antar guru dengan melakukan penelitian tindakan
kelas (PTK).
supervisi klinis menjadi
salah satu cara yang sangat efektif dalam membantu memecahkan masalah yang guru
dalam memperbaiki pekerjaannya, namun mengingat jumlah guru yang semakin banyak
maka pelaksanaannya memerlukan waktu, tenaga, dan biaya yang besar sehingga hal
ini menjadi mustahil diperlakukan kepada semua guru.
Sejalan dengan berkembangnya kebutuhan untuk meningkatkan mutu
pendidikan melalui peningkatan mutu siswa belajar dan peningkatan mutu
guru.,Thomas Sergiovanni dan Robert Starratt (1998) mengembangkan sistem
supervisi multi proses. Konsep ini menekankan akan pentingnya mengingkatkan
mutu pengawas supaya dapat mendorong pertumbuhan mutu guru. Pelaksanaan
supervisi dilakukan multi tahun serta multi proses. Sistem supervisi
memperlakukan pendidik dan tenaga pendidik menigkatkan mutu profesinya dalam
satu siklus yang terdiri atas bergai komponen kegiatan. Siklus dapat
dikembangkan dalam 3 sampai 5 tahun, tergantung pada kebutuhan. Pendidik dan
tenaga kependidikan mendapat perlakuan satu model atau banyak perlakuan formal,
seperti evaluasi diri, supervisi teman sejawat, pengembangan kurikulum,
penelitian tindakan kelas, lesson study (peningkatan mutu profesi melalui
perbaikan mutu pelaksanaan tugas secara ilmiah), penelitian tindakan penerapan
strategi pembelajaran baru, pemagangan, dan menggabung dalam proyek pembaharuan
sekolah.
Sergiovanni and Starratt juga menegaskan pentingnya setiap tindakan
itu memberikan dampak pada meningkatnya kemampuan profesi pada indikator yang
terukur. Juga dari sisi ruang lingkup kegiatan terluas adalah membuka peluang
pendidik dan tenaga kependidikan untuk berpartisipasi secara sengaja pada
agenda pembaruan seluruh sekolah. Hal itu dimaksudkan agar dapat merangsang
pertumbuhan kompetensi profesional supervisi dalam konteks sistem sekolah yang
lebih besar.
Belakangan para ahli juga menemukan model perbaikan pelaksanaan
tugas yang berbasis kepakaran guru dalam kegiatan lesson study yang sudah lama
berkembang dan efektif digunakan Jepang dalam memperbaiki tugas profesinya dalam
kelas. Yang menarik dari strategi ini, fokus kajian tidak berkonsentrasi pada
masalah yang guru hadapi dalam kelas, namun lebih fokus pada indentifikasi
keunggulan guru dalam mempengaruhi siswa belajar dalam kelas. Peningkatan
diarahkan pada menambah kekuatan itu sehingga menjadi lebih berarti.
B. Kendala Dalam Supervisi Pendidikan
Kendala dalam supervisi pendidikan dapat di
bagi menjadi dua, yaitu problem internal dan problem eksternal.
1.
Problem Internal
Pengawasan
internal ialah suatu penilaian yang objektif dan sistematis oleh pengawas
internal atas pelaksanaan dan pengendalian organisasi. Pengawasan internal
menekankan pada pemberian bantuan kepada manajemen dalam mengidentifikasi
sekaligus merekomendasi masalah inefisiensi maupun potensi kegagalan sistem dan
program. Adapun problem internal dalam pengawasan atau supervise pendidikan
meliputi:
a.
Sumber Daya Guru
Dalam usaha
meningkatkan kualitas sumber daya pendidikan, guru merupakan komponen sumber
daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan terus menerus. Pembentukan
profesi guru dilaksanakan melalui program pendidikan pra-jabatan (pre-service
education) maupun program dalam jabatan (inservice education). Tidak semua guru
yang dididik di lembaga pendidikan terlatih dengan baik dan kualified. Potensi
sumber daya guru itu perlu terus menerus bertumbuh dan berkembang agar dapat
melakukan fungsinya secara profesional. Selain itu, pengaruh perubahan yang
serba cepat mendorong guru-guru untuk terus menerus belajar menyesuaikan diri
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta mobilitas masyarakat.
Itulah sebabnya ulasan mengenai perlunya supervisi pendidikan itu bertolak dari
keyakinan dasar bahwa guru adalah suatu profesi.[3] Namun, terkadang guru merasa memiliki otonomi untuk melakukan apa saja
tanpa merasa perlu supervisi yang mereka anggap intervensi dari kepala sekolah,
pengawas, dinas pendidikan atau yayasan sekolah. Sehingga hal
ini menjadi problem bagi para supervisor untuk melakukan pengawasan karena
kurang mendapat respon dari guru.
b.
SDM Pimpinan Lembaga Pendidikan
Kepala sekolah
yang merasa memiliki otonomi melakukan apa saja dalam lingkup sekolah tanpa
merasa perlu melakukan atau memperoleh supervisi. Demikian juga pengawas dan
yayasan, juga merasa bahwa guru atau kepala sekolah telah memiliki otonomi dan
dianggap tahu apa yang harus dilakukan, sehingga, pengawas seringkali
melaksanakan supervisi hanya untuk memenuhi tugas semata.
c.
SDM Tenaga Administrasi
Administrasi
pendidikan dalam adalah segenap proses pengerahan dan pengintegrasian segala
sesuatu baik personel,spiritual maupun material yang bersangkut paut dengan
pencapaian tujuan pendidikan. Agar kegiatan dalam komponen administrasi
pendidikan dapat berjalan dengan baik dan mencapai tujuan,kegiatan tersebut
harus dikelola melalui suatu tahapan proses yang merupakan daur (siklus).
Karena itu seorang tenaga administrasi atau administrator dalam pendidikan
harus mempunyai kemampuan serta skill yang cukup.
d.
Anak Didik
Menurut ilmu
jiwa, anak merupakan individu yang mempunyai ciri-ciri tersendiri. Maksudnya
berbeda antar yang satu dengan yang lain. Ciri-ciri dari
murid itu harus diketahui oleh guru.[4] Menurut George E. Hill dalam risetnya menjelaskan beberapa
problematika anak didik antara lain: kebanyakan murid-murid Nampak kurang berinisiatif
dalam bekerja, kebanyakan murid nampaknya kurang punya minat dalam belajar.
2. Problem Eksternal
a.
Struktur Organisasi Pengawas
Jika dilihat
secara mikro, pada dasarnya struktur organisasi pengawas sekolah yang sudah
berjalan selama ini merupakan sumber munculnya permasalahan dalam kepengawasan
kependidikan. Namun, apabila dilihat secara makro, masih terdapat beberapa hal
yang harus ditinjau kembali. Kondisi yang masih dirasakan oleh para guru dan
kepala sekolah adalah bahwa jabatan pengawas sekolah seolah senioritas,
memiliki kekuasaan lebih. Sebaliknya masih ada yang beranggapan bahwa pengawas
lebih rendah dari pada kepala cabang dinas pendidikan dan pengajaran. Oleh
karena itu mereka menginginkan keberadaan pengawas hendaknya ditempatkan dengan
struktur yang benar, sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
b.
Pola Pengawasan
Sebagian guru menyatakan bahwa pola pengawasan yang ada pada saat ini
kurang memuaskan, karena masih ada pengawas yang masih kurang sesuai dengan
bidangnya, kurang memahami tugasnya dan kurang menguasai materi. Tidak berbeda
dengan pandangan para guru kepala sekolah juga menyatakan pola pengawasan saat
ini masih kuurang memuaskan.
c.
Kesejahteraan
Jabatan
pengawas sekolah atau biasa dengan istilah supervisor kurang di minati atau boleh
dikata menjadi supervisor tidak sejahtera. Jabatan sebagai seorang supervisor
hanya menjadi jabatan buangan atau pelarian sehingga kompetensi supervisor
masih kurang berkualitas. Perhatian pemerintah dalam peningkatan kesejahteraan
supervisor dalam hal pemberian tunjangan khusus atau penghasilan tambahan bagi
supervisor masih rendah karena belum adanya peraturan pemerintah mengenai
tunjangan khusus tersebut.[5]
C. Solusi dalam
masalah perkembangann supervise Pendidikan
Hamalik mengatakan supervisi nampaknya menjadi penentu yang utama untuk
memutuskan kurikulum, menyeleksi pola-pola organisasi sekolah, fasilitas
belajar, dan menilai proses pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu
diperlukan solusi yang tepat agar apa yang menjadi tujuan utama dari pelaksanaan
supervisi pendidikan oleh kepala sekolah dalam penerapan kurikulum di sekolah
dapat sepenuhnya tercapai.[6]
Kepala sekolah selaku supervisor pendidikan yang memiliki otoritas
tertinggi di sekolah harus mengupayakan beberapa cara dalam mengatasi kendala-kendala
dalam pelaksanaan supervisi, antara lain:
1)
Dilakukan pendelegasian
wewenang oleh kepala sekolah kepada guru-guru senior.
Pelaksanaan supervisi terutama pada aspek pembelajaran tidak dapat
dilakukan seorang diri oleh kepala sekolah tanpa bantuan dari orang lain. Oleh
karena itu, kepala sekolah yang notabene pimpinan sekolah yang memiliki
otoritas tertinggi memiliki keleluasaan untuk melakukan delegasi wewenang.
Kegiatan supervisi pada aspek pembelajaran dapat dilimpahkan kepada guru yang
dianggap senior berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Kriteria guru senior
yang dipilih adalah dilihat dari masa kerja, prestasi kerja, kompetensi, dan
kualifikasinya, misal guru yang bergelar S2. Kegiatan supervisi oleh guru
supervisor terhadap rekannya sering disebut dengan pembimbingan teman sejawat
dalam kegiatan belajar mengajar.
2)
Pemberian motivasi kepada
para guru akan pentingnya supervisi pendidikan.
Kurangnya persiapan dari guru dalam pelaksanaan supervisi, lebih
diakibatkan karena kuranganya motivasi dari dalam guru sendiri akan pentingnya
supervisi pendidikan. Motivasi yang minim itu juga disebabkan kerena anggapan
yang telah melekat dalam diri guru bahwa supervisi hanyalah kegiatan yang
semata-mata untuk mencari-cari kesalahan. Pemberian motivasi dapat dilakukan
melalui beberapa cara diantaranya dengan menyelipkan pengarahan atau motivasi
pada saat rapat guru, lokakarya, atau bahkan secara langsung dengan
individunya.
Selain itu, pembinaan secara psikologis juga dilakukan kepada diri
masing-masing guru yang ditunjuk sebagai supervisor bahwa dirinya memang
memiliki capability yang lebih dibanding dengan guru lain, seperti kelebihan
dalam hal prestasi kerja, kedisiplinan, ulet, penuh inisiatif, dan lain
sebagainya, sehingga diharapkan dengan cara itulah akan muncul kepercayaan diri
dari guru supervisor.
Serta ditambah lagi dengan melaksanakan fungsi supervisi pendidikan,
seperti memberi contoh atau suri tauladan yang baik dari kepala sekolah maupun
guru senior yang ditunjuk sebagai supervisor, serta melakukan pembinaan atau
perbaikan secara menyeluruh terhadap kemampuan profesional guru dengan
memperhatikan ketepatan teknik supervisi dan prinsip-prinsip supervisi yang
diterapkan. Sehingga diharapkan hal tersebut dapat memunculkan kepercayaan
maupun motivasi dari guru yang akan disupervisi olehnya.
3)
Pembinaan oleh kepala
sekolah kepada guru-guru senior yang ditunjuk sebagai supervisor dan membentuk
tim penilai supervisi.
Kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan supervisi oleh kepala sekolah dalam
KTSP adalah keterbatasan waktu dan tenaga dari kepala sekolah apabila kepala
sekolah melakukan kegiatan supervisi pendidikan seorang diri. Oleh karena itu,
kepala sekolah menunjuk guru-guru yang dianggap telah senior untuk membantunya
melakukan supervisi pendidikan. Namun dalam prakteknya masih terdapat beberapa
guru senior kurang paham akan prinsip-prinsip yang harus diterapkan dalam
pelaksanaan supervisi pendidikan. Sehingga dalam pelaksanaannya unsur
subjektifitas cenderung masih tinggi. Oleh karena itu kepala sekolah perlu
memberi motivasi maupun pengarahan kepada para guru supervisor yang isinya
mengenai perlunya menerapkan prinsip-prinsip supervisi pendidikan dan
pembentukan tim penilai supervisi yang terdiri dari 2 (dua) atau 3 (tiga) orang
yang tujuannya tidak lain adalah untuk menetralisir unsur subjektifitas yang
terjadi oleh guru yang berperan supervisor.
4)
Dilakukan koordinasi
secara intens kepada seluruh elemen sekolah.
Pergantian kepala sekolah sebanyak empat kali dalam lima tahun menjadi
kendala yang cukup fatal bagi pengelolaan dan kemajuan sekolah. Hal tersebut
berdampak pula pada rutinitas kegiatan supervisi pendidikan. Upaya dari kepala
sekolah untuk mensikapi keadaan tersebut adalah dengan melakukan koordinasi
secara intensif kepada seluruh elemen sekolah, termasuk koordinasi yang baik
antara guru supervisor dengan guru yang akan mendapat supervisi.
5)
Mengupayakan sarana dan
prasarana yang memadai
Sarana dan prasarana merupakan sesuatu yang penting disemua tempat kegiatan
belajar mengajar, karena itu, dalam rangka mensukseskan program pengajaran yang
efektif tidak terlepas dari sarana dan prasarana yang memadai. seorang guru
akan lebih semangat dengan situasi dan kondisi fasilitas sarana dan prasarana
yang sudah lengkap. Sarana dan prasarana adalah suatu perlengkapan/ peralatan
yang harus dimiliki oleh setiap sekolah pada umumnya. sedangkan prasarana
mengikuti sarana. Dalam rangka peningkatan profesionalisme guru, sarana seperti
perpustakaan yang merupakan tempat menggali pengetahuan yang seluas-luasnya dan
seorang guru akan merasa lebih mudah dalam mencari buku pegangan mengajar.
Kaitannya dengan upaya peningkatan profeasionalisme guru, sarana merupakan
sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, karena sarana itu pendukung lancarnya PBM.
6)
Menerapkan disiplin
terhadap tata tertib guru
Disiplin merupakan ketaatan dan ketepatan pada suatu aturan yang dilakukan
secara sadar tanpa adanya dorongan atau paksaan pihak lain atau suatu keadaan
dimana sesuatu itu berada dalam tertib, teratur dan semestinya serta tiada
suatu pelanggaran-pelanggaran baik secara langsung maupun tidak langsungAdapun
faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penerapan kedisiplinan yaitu faktor
kepribadian, dan lingkungan.
Kepala sekolah harus mengingatkan kepada semua tenaga pengajarnya untuk
melakukan kedisiplinan, misalnya agar menjalankan aturan-aturan sebagai
berikut:
a) Guru harus mengisi daftar hadir yang sudah disediakan
b)
Guru harus berpakain rapi
sebagaimana layaknya seorang guru
c)
Guru harus bersipat jujur,
adil, terbuka dan demokratis
d)
Guru harus membuat perangkat
pembelajaran yang telah ditentukan oleh kepala sekolah
e)
Guru harus menjaga kode
etik guru indonesia
f)
Guru harus menjaga nama
baik sekolah
g)
Guru harus taat pada
aturan sekolah yang berlaku
h)
Apabila kehadiran guru
kurang dari 60% maka akan dikenakan sanksi.
i)
Mengadakan evaluasi
ketenagaan.
Evaluasai merupakan suatu bentuk perbaikan dari apa yang sudah dilakukan,
di dalam pengevaluasian itu, terjadi suatu proses yang akan menghantarkan
kepada perubahan yang lebih baik. disamping itu kepala Sekolah mengadakan
evaluasi ketenagaan demi kelancaran PBM.
Evaluasi merupakan salah satu faktor yang mampu memberikan motivasi dan
dorongan kepada guru agar lebih baik dan selalu meningkatkan perkembangan
kemampuannya. disisi lain evaluasi ialah mserangkaian kegiatan yang dimana
membuat para guru terkadang gelisah, guru yang seperti ini biasanya guru yang
tertutup atau kurang humor/ pendiam. Adapun yang harus dilakukan kepala Sekolah
adalah mendekatinya. kaitannya dengan upaya yang harus dilakukan kepala
madarsah ialah evaluasi ketenagaan dalam menghadapi kendala dalam pelaksanaan
supervisi pendidikan.
Musyawarah guru mata pelajaran merupakan program yang sangat penting untuk
mecapai target yang ditetapkan, karena dengan adanya MGMP maka diharapkan semua
guru mata pelajaran akanmemperoleh peningkatan pengetahuan dan keahlian dalam
sistem belajar mengajar di kelas sehigga kualitas guru semangkin baik.
Supervisi pendidikan
terbagi menjadi dua yaitu supervisi akademik dan
supervisi manajerial. Supervisi
akademik adalah supervisi terhadap guru dalam proses
belajar mengajar
meliputi perencanaan program, pelaksanaan program pembelajaran dan evaluasi program
pembelajaran. Sedangkan
supervisi manajerial adalah
program supervisi terhadap kinerja
kepala sekolah di masing-masing
satuan pendidikan. Dalam praktiknya, supervisi akademik diberikan
oleh kepala sekolah kepada guru
dalam rangka memperbaiki kinerja,
hal
ini berdasarkan pernyataan Pupuh Fathurrohman (2011:8) bahwa
pada dasarnya supervisi pendidikan dapat diartikan sebagai bantuan yang
diberikan oleh kepala sekolah untuk melaksanakan penilaian dan
supervisi dari segi teknis pendidikan dan
administrasi
dalam bentuk arahan
bimbingan dan
contoh pelaksanaan mengajar.
Demikianlah
penyusunan makalah ini. Kami selaku penyusun makalah sangatlah menyadari bahwa
isi dan sistematika penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh
karenanya kritik dan saran yang membangun sangatlah kami harapkan untuk proses
penyusunan makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
A. Sahertian, Piet. 2008. Konsep
Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Purwanto, M. Ngalim. 2008.
Administrasi dan Supervisi Pendidikan. (Bandung:
PT Remaja
Rosdakarya.
Pidarta, Made. 2009. Supervisi
Pendidikan Kontekstual (Jakarta: Rineka Cipta.
Getteng, Abd.
Rahman. 2014. Menuju Guru Profesional Beretika.
Yogyakarta:
Graha Guru.
Aziz, Hamka Abdul. 2012. Karakter
Guru Profesional. Jakarta: Al Mawardi.
Made Pidarta. 1999. Pemikiran
Tentang Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Maunah, Binti.
2008. Supervisi Pendidikan Islam, (teori dan prakteknya).(Tulungagung: STAIN
Tulungagung Press)
Piet
A.Sahertian. 2000. Konsep Dasar dan Teknik Supervsi
Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rieneka Cipta.
Subari. Supervisi. 1994. Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi
Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
[1] Maunah, Binti, Supervisi Pendidikan Islam, (teori dan prakteknya), (Tulungagung:
STAIN Tulungagung Press), 2008, hal. 23
[2] Purwanto, M. Ngalim, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008, hal. 46
[3] Made Pidarta, Pemikiran Tentang
Supervisi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), h.2.
[4] Ibid
[5] Piet A.Sahertian, Konsep Dasar dan Teknik
Supervsi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia,(
Jakarta: Rieneka Cipta, 2000), h. 1
[6] Subari, Supervisi Pendidikan Dalam
Rangka Perbaikan Situasi Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h. 131.
Nice
ReplyDelete