SEJARAH RETORIKA DAKWAH DARI ZAMAN PRA- YUNANI SAMPAI ZAMAN SEKARANG





PENDAHULUAN

 

            Retorika memiliki sejarah pertumbuhan dan perkembangan yang sangat panjang. Fakta ini dapat dibuktikan dengan sebuah realitas bahwa faculty of speech adalah salah satu fakultas yang berdiri pada awal berdirinya University of Oxford. Bahkan, jauh sebelum retorika yang juga dijuluki ilmu komunikasi, ilmu berpidato, atau ilmu berbahasa, bermetamorfosis menjadi subjek studi khusus. Secara naluriah,manusia sudah mengenal  dan mempratekkan retorika dalam definisi yang lebih sederhana.

            Jauh sebelum Corax menulis Techne Logon, Empedocles mengubah The Nature Of Things dan jauh sebelum Demosthenes beradu opini dengan Isocrates dalam pengulatan lidah yang begitu memukau, sebenarnya manusia purba pun telah mengindikasikan penggunaan basic rhetoric. Manusia primitive dahulu kala biasa bergeram dan menyuarakan desis suara dalam tatkala mereka merasakan ketidaknyamanan atau gangguan pihak luar. 










PEMBAHASAN

1.Retorika Pra-Yunani

        Bak rantai yang tidak terputus, peradaban –peradaban yang ada dimuka bumi ini tidak memulai keberadaannya dengan segala aspek yang dibawa, tanpa pengaruh peradaban sebelumnya. Begitu pon dalam aspek ilmu pengetahuan , kecanggihan teknologi informasi dan transportasi Amerika Serikat saat ini, misalnya adalah buah pengembangan dasar-dasa teknologi dalam bingkai ilmu matematika pada zaman Yunani Kuno. Ilmu matematika pun pada hakikatnya tidak mungkin dapat dikosumsi, apalagi dikembangkan, jika tidak dihidupkan kembali oleh peradaban selanjutnya di Asia Barat. Disanalah matematika mulai bertransformasi ,menjadi pengetahuan modern. Angka nol pertama kali dikenalkan, rumus trigonometri ditemukan, bahkan matematika telah memiliki cabang tersendiri yakni al-jabar. Berpangkal dari pengembangan itu semua akhirnya membuahkan penemuan komputer , dan sekarang penemuan itu berimbas pada zaman e-technology.

           Dalam kaitannya dengan retorika, ilmu pengetahuan yang major areanya kemampuan manusia daklam berkomunikasi ini tidak bersifat statis. Dinamisme ilmu ini bisa kita melalui perkembangannya dari zaman ke zaman lainnya. Dari masa di mana retorika hanya merupakan kebiasaan manusia hingga masa yang menjadikan retorika disiplin ilmu dengan berbagai teori dan definisi. Orang-orang Mesopotamia, yang konon peradabannya dijuluki the cradle of civilization, sebagaimana masyarakat Mesir Kuno dan Assyiria, yang datang setelahnya,mengasah kemampuan retorika mereka dengan ritual retorika mereka dengan tujuan-tujuan ritual keagamaan. Ritual keagamaan seperti upacara pegorbanan, pemohonan surut Nil berkepanjangan , memperingati yaumul hashaad atau hari bersemi, dan sebagainya memang membutuhkan kepiawaian tokoh atau pemimpin adat dalam menyampaikan pesan dan harapan-harapan masyarakat adat pada Dewa di depan public.

 

2.Retorika pada zaman yunani

Melalui bukunya, Retorika Modern, Jalaludin Rahmat berpendapat bahwa uraian sistematis retorika diletakkan pertama kali oleh orang Syracuse, sebuah koloni Yunani yang berada dibawah pimpinan para tiran inilah yang mengharuskan rakyat Syracuse pandai beretorika demi mempertahankan hak-hak mereka yang diabaikan penguasa. Kemudian muncullah seseorang diantara mereka yang bernama Corax. Corax pernah mengubah sebuah makalah mengenai Retorika yang diberi judul Teche Logon. Para ahli berkeyakinan bahwa makalah Corax ini berisikan tentang teori kemungkinan dalam bersilat lidah.

           Di belahan lain, kerajaan Yunani masih pada abad yang sama, terlahir pula tokoh yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan retorika. Bernama Empedocles. Ia pernah berguru pada filisof masyhur, Phytagoras, dan tulisannya The Nature of Things kelas membawanya menjadi terkenal. Sebagai mistikus , filosof , politisi dan orator, Empedocles memiliki keperibadian yang lengkap. Ditribusi akbar politisi anti aritokrasi tersebut dalam pengembangan retorika adalah kepiawannya mengajarkan prinsip-prinsip retorika yang kelak dijual Gorgias kepada penduduk Athena.

            Adapun Isocrates, dikenal sebagai tokoh yang mengangkat citra retorika sebagai ilmu yang terbatas. Keterbatasan ini yang akhirnya membuat retorika ilmunya kaum berada saja. Namun, dibalik langkahnya yang kurang popular itu, ia telah mendirikan sekolah retorika yang paling berhasil tahun 391 SM. Ia mendidik muridnya menggunakan kata-kata dalam susunan yang jernih tetapi tidak berlebih-lebihan, dalam rentetan anak kalimat yang seimbang dengan pengesaran suara dan gagasan yang lacar. Karena ia tidak mempunyai suara yang baik dan keberanian untuk tampil, ia hanya menuliskan pidatonya. Ia menulis risalah-risalah pendek dan menyebarkannya. Sampai sekarang risalah ini dianggap warisan prosa Yunani yang menakjubkan. Gaya bahasa Isocrates telah mengilhamkan tokoh-tokoh retorika sepanjang zaman.

 

3.Retorika Zaman Romawi

            Pada zaman Romawi, Retosika sempat mengalami gejala statis. Tidak banyak kemajuan yang berarti tercipta, pasca De Arte Rhetorica, dua ratus tahun sebelomnya, digubah oleh Aristotles. Rupanya hal ini mengindikasikan  akan kuat dan komprehensifnya pembahasan yang tertuang di dalam masterpiece murid kesayangan Plato tersebut. Adapun pustaka mengenai retorika yang muncul pada zaman Romawi diantaranya Ad Herrenium yang dituli dalam bahasa Latin. Namun,cukupan buku ini, terlalu sederhana untuk kemudian bisa menjadikannya karya fenomenal. Ad Herrenium hanya berbicara tentang warisan retorika gaya Yunani. Dan itupun lebih menekankan aspek praktisnya saja.

             Kendati demikian, pada zaman ini banyak terlahir orator-orator ulung seperti Antonius, Crassus, Rufus, Hortensius dan Cicero. Yang terakhir inilah yang sepertinya merupakan best of the best dari orator yang hidup pada zaman Romawi. Sampai-sampai Kaisar Roma memuji Cicero,’’Anda telah menemukan semua khazanah retorika, dan Andalah orang pertama yang menggunakan semuanya. Anda telah memperoleh kemenangan para jenderal. Karena sesungguhnya lebih agung memperluas batas-batas kecerdasan manusia daripada memperluas batas-batas kerajaan Romawi.’’

            Will Durrant mendesripsikan keunikan Cicero bahwa ia menyajikan orasinya secara bergelora, ia juga menggunakan humor dan anekdot, selain itu ia dapat menyentuh perasaan pendengar, terampil dalam mengalihkan perhatian, tak jarang memberondong pertanyaan retoris yang sulit dijawab, dan pandai menyederhanakan materi yang sulit.

 

4. Retorika Abad Pertengahan dan Zaman Daulat Islamiah

            Ihya atau penghidupan kembali ilmu-ilmu yang sempat mati suri akibat doktrin sesat gereja terjadi di Timur pada zaman Daulah Abbasiyah dan mencapai puncaknya pada masa khalifah Harun Ar-Rasyid. Pada masanya hidup ahli-ahli bahasa terkenal yang memelopori penyusunan tata bahasa, seni bahasa, dan nada sajak. Diantaranya Khalaf Al Ahmar, Al Ashmai,, Al Khalil Bin Ahmad Al Farahidi dan sebagainya. Dan pidato pada saat itu digunakan berbagai kesempatan seperti upacara kenegaraan, penerimaan duta, pembagian harta rampasan perang, ritual keagamaan.

            Seiring dengan jumlah ilmuwan, pakar, ahli bahasa, dan ulama yang sangat besar, banyak pula hasil terjemahan buku-buku berbahasa Yunani ke dalam Bahasa Persia maupun Arab. Hal ini didukung oleh apreasiasi luar biasa yang diberikan oleh khalifah terhadap ilmuwan yang berhasil menulis maupun menerjemahkan buku. Diantara kemajuan ilmu pengetahuan tersebut, Retorika memiliki posisi yang lebih daripada ilmu pengetahuan lainnya. Hal ini karena khitobah atau retorika dalam tradisi keilmuwan islam didasari oleh banyak sekali disiplin ilmu seperti As Sharf, An Nahwu, Al Maani, Al Bayan, Al Balaghah dan sebagainya yang kesemuanya merujuk kepada Al Quranul Karim.

             Pada kenyataannya, pidato merupakan instrument yang sangat menentukan perjalanan sejarah manusia. Tak sedikit pon peperangan yang dimenangkan oleh pihak yang secara kuantitas tidak sepadan dengan jumlah pasukan  musuhnya hanya karena pemimpin yang berhasil memompa adrenalin sekaligus membakar semangat jiwa dan raga pasukannya itu.

 

Karakteristik pidato pada era Abbasiah :

1.         Pidato itu mengalir pada alur berbingkai agama.

2.         Adakalanya pidato sangat brnuansa politis seperti rayuan pada sultan dan sebagainya.

3.         Memiliki kekuatan dalam menyentuh kalbu dan memancing kalbu pendengar.

4.         Kata yang digunakan benar-benar apik, perumpamaan yang mudah dipahami, dan kalimat yang penuh arti

5.         Dimulai dengan hamdalah dan pujian untuk Allah.

6.         Keutamaan dalam penggunaan uslub atau struktur kalimat qurani.

 

5. Retorika Modern

            Berikut adalah beberapa aliran retorika, karakteristiknya, dan tokoh yang memperkenalkannya. Yang pertama adalah aliran epistimologis, aliran ini menekankan proses psikologi dalam retorika. Beberapa tokoh yang berhaluan aliran ini adalah George Campbell maupun Whately menekankan pentingnya menelaah proses berfikir khalayak. Aliran kedua bernama belles lettres disingkat belletris. Retorika belletrist sangat mengutamakan keindahan bahasa, segi-segu estetis pesan, kadang-kadang dengan mengabaikan segi informatifnya. Tokohnya yang paling terkenal adalah Hugh Blair yang memperrkenalkan fakultas citarasa, yang kemampuan untuk memperoleh kenikmatan dari pertemuan dengan apa pun yang indah.

            Aliran ketiga berbeda dengan kedua aliran sebelumnya yang lebih yang lebih menekanka aspek pidato. Aliran ini bernama gerakan elokusionis. Diantara tokoh-tokohnya yang paling mashur adalah Gilbert Austin dan James Burgh, Burgh dalam hal ini, pernah menjelaskan  tentang 71 emosi dan cara menyampaikannya. Karena aliran yang terakhir ini lebih berfokus pada aspek artifisial saja, dampaknya orator jadi terkesan tidak bicara secara spontan namun dibuat-buat.

            Pada abad ke-20, retorika mengambil manfaat dari perkembangan ilmu pengetahuan modern khususnya ilmu-ilmu perilaku seperti psikologi dan sosiologi. Istilah retorika pun mulai digeser oleh speech communication,atau public speeking. Pakar retorika yang mencuat pada abad ini adalah James A. Winans, Charles Henry Woolbert, Williem

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to " "

Post a Comment