Makalah Poliomeilitis




BAB I
LANDASAN TEORITIS

A.   Konsep Dasar
1.    Defenisi
            Poliomeilitis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengan prediksi pada sel anterror masa kelabu sum-sum tulang belakang dan inti motorik batang otak akibat kerusakan bagian susunan saraf tersebut akan terjadi kelumpuhan serta atrofi otot.
(Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, Buku Kedokteran EGC, Jakarta)

2.    Etiologi
            Virus poliomeilitis tergolong dalam enterovirus dapat diisolasi 3 strain virus ialah Tipe I (Brunhilde), Tipe II (Langsung), dan Tipe III (Leon). Infeksi dapat terjadi oleh satu atau lebih tipe tersebut yang dapat dibuktikan dengan ditemukan 3 macam zat anti dalam serum seorang pasien.
            Epidemi yang luas dan ganas biasanya disebabkan oleh virus Tipe I. Epidemi yang ringan oleh Tipe III, sedangkan Tipe II, kadang-kadang menyebabkan kasus yang sparadik.
(Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, Buku Kedokteran EGC, Jakarta)

3.    Patofisiologi
·         Virus masuk melalui rongga orofaring, berkembang biak dalam saluran gastrointestinal, kelenjar getah bening regional dan system retikuloendotel.
·         Virus berkembang dan tubuh mengadakan reaksi dengan membentuk anti bodi tipe spesifik. Bila anti bodi yang dibentuk cukup, maka virus akan dinetralisir, sehingga tumbuh gejala yang ringan atau tidak ada sama sekali bahkan dapat muncul imunitas virus tersebut.
·         Bila proliferasi virus tersebut lebih cepat dari pembentukan anti bodi, maka akan tumbuh viremia dan gejala klinis dan virus akan terdapat dalam tinja untuk beberapa minggu lamanya.
·         Tidak semua sel neuron yang terkena oleh virus mengalami kerusakan dan bila ringan fungsi neuron dapat sembuh dalam 3 – 4 minggu sesudah timbul gejala. Daerah yang biasa terkena adalah:
Ø  Medula spinalis terutama korum enteror
Ø  Batang otak pada nukleus vertebralis dan
Ø  Inti-inti saraf kranial serta formasio retikularis yang mengandung pusat vital serebelum terutama inti-inti pada vermis.
(Suryadi S.Kp, Rita Yuhani S.Kp, Asuhan Keperawatan Pada Anak Ed 1, 253)

4.    Manifestasi Klinis
            Dapat berupa asimtomatik, poliomeilitis abortif, poliomeilitis non paralitik dan poliomielitis paralitik.

1)    Poliomeilitis asimtomatik
      Setelah masa inkubasi 7 – 10 hari, karena daya tahan tubuh maka tidak terdapat gejala klinik sama sekali. Pada suatu epidemi diperkirakan terdapat pada 90 – 95% penduduk akan menyebabkan imunitas terhadap virus tersebut.

2)    Poliomeilitis abortif
      Timbul mendadak berlangsung sampai beberapa jam dan beberapa hari. Gejala berupa: infeksi virus berupa malaise, anoreksia, mual, muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, konstipasi, demam dan nyeri hebat.
3)    Poliomeilitis non paralitik
      Gejala sama dengan poliomeilitis abortif, hanya nyeri kepala, mual dan muntah lebih berat dan diikuti nyeri otot dan kaku kuduk.

4)   Poliomeilitis paralitik
      Kelumpuhan otot-otot dan tidak pulih lagi menunjukkan tipe stabil dengan atonia, arefleksia dan degenerasi.
(Ngastiyah, Keperawatan Anak Sakit, Buku Kedokteran EGC, Jakarta)

5.    Komplikasi
·         Kontraktur
·         Paralisis atau kelumpuhan
·         Atrofi otot
(Suryadi S.Kp, Rita Yuliani S.Kp, Asuhan Keperawatan Pada Anak ed1, 254)

6.    Pemeriksaan Diagnostik
·         Pemeriksaan laboratorium
·         Pemeriksaan darah
·         Pemeriksaan feases
·         Pemeriksaan CS7
(Suryadi S.Kp, Rita Yuliani, S.Kp, Asuhan Keperawatan Pada Anak, Ed 1, 254)

7.    Penatalaksanaan
·         Pengobatan
Poliomeilitis asimtomatik: tidak perlu perawatan.
Poliomeilitis abortif: istirahat 7 hari jika tidak terdapat gejala kelainan aktivitas dapat dimulai lagi sesudah 2 bulan dilakukan pemeriksaan lebih teliti terhadap kemungkinan kelainan muskuloskeletal.
Poliomeilitis paralitik / non paralitik: istirahat mutlak paling sedkit 2 minggu perlu pengawasan yang teliti karena setiap saat dapat terjadi paralisis pernafasan therapi kasual tidak ada.

1)    Fase akut
            Analgetik yang rasa nyeri otot lokal diberi pembalut hangat. Sebaiknya dipasang footboard (papan penahan pada telapak kaki) agar kaki terletak pada sudut yang sesuai terhadap tungkai. Anti piretik untuk menurunkan suhu, jika terdapat retensi urin dilakukan kateterisasi. Bila terjadi paralisis pernafasan seharusnya dirawat di unit perawatan khusus karena pasien memerlukan bantuan pernafasan khusus (mekanis). Pada poliomeilitis tipe bulbar kadang-kadang refleks menelan terganggu sehingga dapat timbul bahaya pneumoniani aspirasi. Dalam hal ini kepala anak harus diletakkan lebih rendah dan dimiringkan ke salah satu sisi.

2)    Sesudah fase akut
            Kontraktur, atrofi dan atoni otot dikurangi dengan fisioterapi. Tindakan ini dilakukan setelah 2 hari demam hilang. Akupuntur yang dilakukan sedini mungkin segera setelah diagnosis ditegakkan akan membawa hasil yang memuaskan.
(Ngastiyah, Keperawatan Anak Sakit, Buku Kedokteran EGC, Jakarta)




BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A.    Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien
·         Aktivitas / istirahat
Gejala:
Adanya kelemahan dan paralisis secara sistematis yang biasanya dimulai dari ekstremitas bagian bawah dan selanjutnya dengan cepat ke arah atas.

Tanda:
Kelemahan otot, paralisis flakid cara berjalan tidak mantap.

·         Sirkulasi
Tanda:
Perubahan tekanan darah distmia, takikardia / bradikardia.

·         Integritas ego
Gejala:
Perasaan cemas dan terlalu berkonsentrasi pada masalah yang dihadapi.

Tanda:
Tampak takut dan bingung.

·         Eliminasi
Gejala:
Adanya perubahan pola eliminasi.

Tanda:
Kelemahan pada otot-otot.

·         Makanan / cairan
Gejala:
Kesulitan dalam mengunyah dan menelan.

Tanda:
Gangguan pada reflek menelan.

·         Neurosensori
Gejala:
Kebas kesemutan yang dimulai dari jari-jari atau jari-jari kaki dan selanjutnya terus naik.

Tanda:
Hilangnya tenus otot, adanya masalah dengan keseimbangan adanya kelemahan pada otot-otot wajah.

·         Nyeri / keamanan
Gejala:
Nyeri tekan otot, sakit, nyeri.

Tanda:
Perilaku gelisah, mengeluh.

·         Pernafasan
Gejala:
Kesulitan dalam bernafas, nafas pendek.

Tanda:
Pernafasan perut, menggunakan otot bantu nafas, penurunan / hilangnya bunyi nafas.

·         Keamanan
Gejala:
Infeksi virus non spesifik.

Tanda:
Penurunan kekuatan / tonus otot / paralisis.
(Marilynn E. Doenges, 1993)

  1. Riwayat atau faktor resiko yang ada
·         Vaksinasi
·         Daerah epidemi
·         Stres berat misalnya suntikan dan pencabutan gigi
·         Aktivitas jasmani yang berlebihan

  1. Pemeriksaan fisik yang berhubungan dengan gejala
·         Tekanan darah
·         Suhu
·         Pernafasan
·         Sirkulasi
·         Reflek

  1. Pemeriksaan laboratorium
·         Hapusan tengkorak
·         Darah
·         Feses
·         Limposit
·         Kadar protein

B.     Diagnosa Keperawatan
1.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah.
2.    Nyeri berhubungan dengan proses infeksi virus yang menyerang saraf.
3.    Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan paralisis.
4.    Resiko tidak efektif pola nafas dan tidak efektif jalan nafas berhubungan dengan paralisis otot-otot.
5.    Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi transmisi dan / atau integritas sensori.

C.    Intervensi / Implementasi
DX 1
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah.

Tujuan:
Meningkatkan status nutrisi yang adekuat.

Intervensi:
·         Kaji kemampuan untuk mengunyah, menelan, batuk pada keadaan yang teratur.
·         Catat masukan kalori setiap hari
·         Catat makanan yang disukai/tidak disukai oleh pasien dan termasuk pilihan diet yang dikehendaki. Berikan makanan setengah padat atau cair.


Rasional:
·         Kelemahan otot yang refleks yang hipoaktif/hiperaktif
·         Mengidentifikasi kekurangan makanan dan kebutuhannya
·         Meningkatkan rasa kontrol dan mungkin juga dapat meningkatkan usaha untuk makan. Makanan lunak setengah padat menurunkan resiko terjadinya aspirasi

DX2
Nyeri berhubungan dengan proses infeksi virus yang menyerang saraf

Tujuan:
Mengurangi rasa nyeri pada pasien.

Intervensi:
·         Anjurkan pasien untuk mengungkapkan perasaan mengenai nyeri yang dirasakan
·         Evaluasi denyut nyeri/rasa tidak nyaman dengan menggunakan skala 0 – 10. Observasi adanya tanda-tanda non verbal dari nyeri tersebut
·         Berikan latihan rentang gerak secara pasif

Rasional:
·         Menurunkan perasaan berisolasi, marah dan lemas yang dapat meningkatkan nyeri tersebut
·         Menganjurkan pasien melokalisasi/mengetahui kualitas nyeri yang menunjukkan adanya perubahan, adanya perbaikan
·         Menurunkan kekakuan pada sendi


DX 3
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan paralisis

Tujuan:
Mempertahankan mobilitas fisik pada pasien.

Intervensi:
·         Kaji kemampuan metolik/kemampuan secara fungsional dengan menggunakan skala 0 – 5 lakukan pengkajian secara teratur dan bandingkan dengan nilai dasarnya
·         Berikan posisi pasien yang menumbuhkan rasa nyaman lakuka perubahan posisi dengan jadwal yang teratur sesuai kebutuhan secara individual
·         Sokong ekstrimitas dan persendian dengan bantal, trokhanter roll, papan kaki

Rasional:
·         Menemukan perkembangan/munculnya kembali tanda yang menghambat tercapainya tujuan/harapan pasien
·         Menurunkan kelelahan, meningkatkan relaksasi, menurunkan resiko terjadinya iskemia/kerusakan pada kulit
·         Mempertahankan ekstremitas dalam posisi fisiologis, mencega kontraktur dan kehilangan fungsi sendi

DX 4
Resiko tidak efektif pola nafas dan tidak efektif jalan nafas berhubungan dengan paralisis otot-otot

Tujuan:
Mempertahankan pola nafas dan jalan nafas efektif.
Intervensi:
·         Catat adanya kelelahan pernafasan selama berbicara (kalau pasien masih dapat berbicara)
·         Auskultasi bunyi nafas, catat tidak adanya bunyi atau suara tambahan ronkimensi
·         Tinggikan kepala tempat tidur atau letakkan pasien pada posisi duduk bersandar

Rasional:
·         Merupakan indikator yang baik terhadap gangguan fungsi pernafasan/menurunkan kapasitas vital paru
·         Peningkatan jalan nafas dan/akumulasi sekret akan menganggu proses difusigas dan akan mengarah pada komplikasi pernafasan
·         Meningkatkan ekspansi paru dan usaha batuk, menurunkan kerja pernafasan dan membatasi terjadinya resiko aspirasi sekret.

DX 5
Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi transmisi dan / atau integritas sensori

Tujuan:
Meningkatkan tingkat kesadaran biasanya dengan persepsi.

Intervensi:
·         Berikan kesempatan untuk istirahat daerah yang baik mengalami gangguan dan berikan aktivitas lain yang sesuai pada batas kemampuan pasien
·         Orientasikan kembali pasien pada lingkungan dan staff sesuai kebutuhan
·         Berikan stimulasi sensori yang sesuai meliputi suara musik yang lembut, jam (waktu), televisi (berita/petunjuk)

Rasional:
·         Menurunkan stimulus berlebihan yang dapat meningkatkan kecemasan besar dan meminimalkan kemampuan koping
·         Membantu menurunkan kecemasan dan terutama sangat bermanfaat jika terjadi gangguan penglihatan
·         Pasien merasa terisolasi total karena terjadi paralisis dan selama fase penyembuhan

  


DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah, Keperawatan Anak Sakit, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Suryadi, S.Kp, Rita Yuhani, S.Kp, Asuhan Keperawatan Pada Anak, Ed 1.
Marilynn E. Doenges, 1993.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Makalah Poliomeilitis"

Post a Comment